Oleh:
Rabian Syahbana
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial yang tak dapat
dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari
hubungannya dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah
sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya
karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaannya, sifat
kependudukannya, dan keadaan lingkungan alamnya.[1]
Sosiologi memberikan informasi ke dalam dunia pendidikan tentang nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat. Sedangkan pendidikan Islam mempunyai peran aktif
dalam menciptakan generasi yang mampu berinteraksi sosial dengan baik.
Pendidikan Agama Islam mengenalkan kepada peserta didik tentang nilai-nilai
yang terdapat dalam Agama Islam
Sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan memiliki lapangan penyelidikan, sudut pandangan,
metode, dan susunan pengetahuan. Obyek penelitian sosiologi adalah tingkah laku
manusia dalam kelompok. sudut pandangannya ialah memandang hakikat masyarakat
kebudayaan, dan individu secara ilmiah. Sedangkan susunan pengetahuan dalam
sosiologi terdiri atas konsep-konsepdan prinsip-prinsip mengenai kehidupan
kelompok sosial, kebudayaannya, dan perkembangan pribadi. Salah satu ini yang
mendapat perhatian sosiologi ialah penelitian mengenai tata sosial. Menurut
F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya
menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Yang termasuk dalam
pengertian struktur ini ialah teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan,
struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya itu dengan tata sosial masyarakat.[2]
Keberhasilan dalam pendidikan agama Islam tidak hanya bisa ditentukan dengan
struktur nilai yang disimbolkan dengan angka, melainkan lebih ditentukan oleh
kehidupan interaksi sosial sehari-hari yang terjadi di sekolah, baik antar
masyarakat, sekolah maupun antara sekolah dengan masyarakat sekitar dengan
nilai-nilai keIslaman.
Proses
sosial biasanya menghasilkan keadaan dan struktur sosial yang sama sekali baru.
Proses sosial menciptakan dan menghasilkan perubahan mendasar.[3]Sosiologi
mempunyai kontribusi penting bagi pendidikan Agama Islam dalam kaitannya dengan
penerapan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Sesungguhnya studi
sosiologi sangat penting untuk dibahas karena berguna untuk umat Islam.
PEMBAHASAN
A.
Definisi Sosiologi Pendidikan
Islam
Awal
abad 20, sosiologi mempunyai peranan penting dalam pemikiran pendidikan,
sehingga lahirlah sosiologi pendidikan. Sebagaimana akhir abad 19, psikologi
mempunyai pengaruh besar dalam dunia pendidikan, sehingga lahirlah suatu
disiplin baru yang disebut psikologi pendidikan. Wilds dalam Abu Ahmadi
mengatakan sosiologi pendidikan dan psikologi pendidikan mempunyai peranan yang
kontemporer bagi pemikiran pendidikan. Apabila soiologi pendidikan memandang
segala pendidikan dari sudut struktur sosial masyarakat, maka psikologi
pendidikan memandang gejala pendidikan dari sudut perkembangan pribadi. Tugas
pendidikan menurut sosiologi ialah memelihara kehidupan dan mendorong kemajuan
masyarakat. Pada umumnya kaum pendidik dewas ini memandang tujuan akhir
pendidikan lebih bersifat sosiolistis daripada individualistis.[4]
Ditinjau
dari segi etimologinya istilah sosiologi pendidikan terdiri atas dua perkataan
yaitu sosiologi dan pendidikan. maka sepintas saja telah jelas bahwa di dalam
sosiologi pendidikan itu yang menjadi maslaah sentralnya ialah aspke-aspek
sosiologi di dalam pendidikan. di dalam sosiologi pendidikan itu akan berlaku
dan bekerjasama antara prinsip-prinsip sosiologis dan rinsip-prinsip paedagogis
besera ilmu-ilmu bantuannya, misalnya psikologika (ilmu psikologi pendidikan)/
atau secara konkrit, bahwa di dalam sosiologi pendidikan itu bukan saja
terdapat sosiologi ataupun pendidikan, tetapi terdapatlah sosiologi ataupun
pendidikan, yang merupakan suatu ilmu yang baru ialah kerjasama antara
keduanya, dengan mempergunakan prinsip-prinsip sosiologi di dalam seluruh
proses pendidikan meliputi metode, organisasi sekolah, evaluasi pelajaran dan
kegiatan-kegiatannya.[5]
Sosiologi
menurut beberapa ahli. Charles A. Ellwood: sosiologi pendidikan adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari/menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan
antara semua pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial (education sociology is the science which
aims to reveal the connections at all points between the educative process and
the sosial process). Dr. Ellwood: sosiologi pendidikan adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang proses belajar dan mempelajari antara
orang yang satu dengan orang yang lain (education
sosciology should be centered about the process of inter-learning-learning from
one another). E.B. Reuter: sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk
menganalisa evolusi dari lemaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan
perkembangan manusia, dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari lembaga
pendidikan yang menentukan kepribadian sosial dari tiap-tiap individu. Jadi
prinsipnya antara individu dengan lembaga-lembaga sosial itu selalu saling
pengaruh-mempengaruhi (process of sosial
interaction).[6]
Sosialisasi
adalah soal belajar. Di dalam proses sosialisasi individu belajar tingkah laku,
kebiasaan, serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga keterampilan-keterampilan sosial
seperti berbahasa, bergaul, berpakaian, cara makan, dan sebagainya.[7]
Sosiologi Pendidikan Islam terdiri dari tiga kata, yaitu Sosiologi yang
diartikan sebagai “Ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial, terutama di dalamnya perubahan-perubahan sosial”.[8]
Menurut Prof. DR. S. Nasution, M.A., Sosiologi Pendidikan adalah ilmu yang
berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik. Sedangkan menurut F.G.
Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan
menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk
mendapatkan serta mengorganisasikan pengalaman.[9]
August
Comte berpendapat bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan
umum yang merupakan hasil terakhir dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Sosiologi harus dibentuk melalui pengamatan yang cermat atas fenomena-fenomena
sosial nyata yang terjadi dalam masyarakat. Sosiologi bukanlah ilmu yang
dibentuk dengan spekulasi-spekulasi dan hayalan-hayalan, tetapi sosiologi
merupakan ilmu yang lahir dari proses perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu
itu didasarkan atas fakta-fakta sosial, ilmu itu dapat diobservasi dan
diverifikasi. Fakta-fakta sosial tersebut perlu diteliti dengan menggunakan
metodologi yang tepat untuk menjelaskannya. Pengetahuan sosial atau sosiologi
bermula dari suatu kesan yang muncul dalam pemikiran manusia sebagai hasil dari
penggunaan panca-inderanya mengenai fakta-fakta sosial yang berbeda dengan
keyakinan dan kepercayaan yang biasanya muncul dari proses pemahaman dan
pengamalan doktrin-doktrin keagamaan. Pengetahuan sosial sebagaimana
pengetahuan lainnya bertujuan untuk memperoleh suatu kepastian serta
menghilangkan dari prasangka, spekulasi dan hayalan. Pegetahuan sendiri tidak
semuanya ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang dapat
disebut ilmu. Sosiologi merupakan bidang ilmu yang muncul dari tradisi filsafat
positivisme, yang merupakan aliran filsafat yang hendak membebaskan manusia
dari pengaruh takhayul, mitos dan dogma-dogma yang tak terjangkau panca-indera
manusia. positivisme meletakkan pengetahuan yang sahih adalah pengetahuan yang
didasarkan pada fakta objektif.[10]
Sosiologi
pendidikan Islam merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk mengetahui
cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian
individu agar lebih baik sesuai dengan ajaran agama Islam, dan mengatur
bagaimana seorang individu berhubungan dengan individu yang lain sesuai dengan
kaidah-kaidah Islam yang akan mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan
serta mengorganisasikan kehidupannya.
B.
Sejarah Sosiologi Pendidikan
Islam
Suatu
ilmu sekurang-kurangnya dapat dirumuskan dalam dua cara: (1) suatu ilmu adalah
suatu kerangka pengetahuan yang tersusun dan teruji yang diperoleh melalui
suautu penelitian ilmiah; (2) suatu ilmu adalah suatu metode untuk menemukan
suatu kerangka pengetahuan yang tersusun dan teruji. Kedua cara tersebut kurang
lebih menyatakan hal yang sama. Bila rumusan pertama kita terima, maka
sosiologi adalah suautu ilmu sejauh sosiologi mengembangkan suautu kerangka
pengetahuan yang tersusun dan teruji yang didasarkan pada penelitian ilmiah.
Sejauh sosiologi meninggalkan mitos, dongeng dan angan-angan, dan mendasarkan
kesimpulannya pada bukti-bukti ilmiah maka sosiologi adalah suautu ilmu. Bila
ilmu kita definisikan sebagai suautu metode penelaahan, maka sosiologi adalah
suatu ilmu sejauh sosiologi menggunakan metode penelaahan ilmiah. Semua gejala
alamiah dapat ditelaah secara ilmiah, jika kita bersedia menggunakan metode
ilmiah. Segala jenis perilaku, apakah perilaku atom, binatang atau remaja,
adalah suautu bidang yang cepat untuk penelaahan ilmiah.[11]
Badri
Yatim dalam Beni Ahmad berpendapat bahwa prinsip perilaku beragama yang
berpatokan pada perilaku kolektif adalah wujud lain dari adanya solidaritas
kelompok, baik secara mekanis maupun organis. Ibnu Khaldun (1333-1406 M)
sebelum lahirnya Auguste Comte, melahirkan teori tentang solidaritas, yakni ashobiyah yang mencoba menerjemahkan
makna bahwa manusia beriman begaikan jasad
yang satu, kaljasad al-wahid. Teori
ini melahirkan sikap toleransi dalam kehidupan kelomp masyarakat sehingga lahir
pula konsep Tasamuh dalam Islam.
Artinya, toleransi yang dibangun di atas prinsip Takaful al-ijtima’. Teori ini menjadi landasan utama dalam
menganalisis tindakan masyarakat beragama, baik sebagao bagian dari murni
masyarakat maupun anggota sebuah instuisi. Rujukan utamanya adalah sabda
Rasulullah SAW “bahwa orang beriman bagaikan bangunan, satu sama lain saling
menguatkan” (Al-Mukminu Kalbunyan
yasyuddu ba’dhuhu ba’dhan). Setiap individu adalah anggota dari suautu
kelompok. tetapi tidak setiap warga dari suautu masyarakat hanya menjadi
anggota dari satu kelompok tertentu, ia bisa menjadi anggota lebih dari satu
kelompok sosial.[12]
Saat
ini fakta menunjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan yang sangat cepat,
progresif, dan sering menunjukkan gejala desintegratif (berkurangnya
kesetiaan terhadap nilai-nilai umum), jika nilai-nilai umum saja sudah tidak
diperhatikan lagi, apalagi dengan nilai-nilai agama. Perubahan sosial yang
cepat juga menimbulkan cultural
lag(ketinggalan kebudayaan akibat adanya hambatan-hambatan), yang
menjadi sumber masalah-masalah dalam sosial masyarakat. Masalah-masalah sosial
juga dialami dunia pendidikan. Oleh karena itu, para ahli sosiologi diharapkan
mampu menyumbangkan pemikirannya untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan
yang fundamental.[13]
Kenyataan
menunjukkan bahwa masyarakat mengalam perubahan sosial yang sangat cepat, maju
dan memperlihatkan gejala desintegratif. Perubahan sosial yang cepat itu
meliputi berbagai kehidupan, dan merupakan masalah bagi semua instuisi sosial,
seperti: industri, agama, perekonomian, pemerintahan, keluarga,
perkumpulan-perkumpulan dan pendidikan. maslaah sosial dalam masyarakat itu
juga dirasakan oleh dunia pendidikan. masalah pendidikan dalam keluarga,
pendidikan di sekolah, dan pendidikan dalam masyarkat merupakan refleksi
masalah-masalah sosial dalam masyarkat.[14]
Sosiologi
pendidikan merupakan suatu disiplin yang menjadi perhatian, baik ahli sosiologi
maupun ahli pendidikan, dan keduanya telah memebrikan kontribusi berharga. Ada
beberapa wilayah permasalahan, yang kiranya lebih baik diteliti oleh ahli-ahli
sosiologi. Tetapi ada juga wilayah permasalahan lainnya yang lebih baik
ditangani oleh ahli pendidikan atau tenaga kependidikan, dan keduaya telah
memberikan kontribusi berharga. Ada beberapa wilayah permasalahan, yang kiranya
lebih baik diteliti oleh ahli-ahli sosiologi. Tetapi ada juga wilayah
permasalahan lainnya yang lebih baik ditangani oleh ahli pendidikan atau tenaga
kependidikannya. Yang terpenting, pada keadaan dan tingkat manapun, hendaknya semua
upaya penelitian dilakukan secara terarah dan terkendali, dan dengan
mengggunakan metodologi yang ampuh.[15]
C.
Tujuan Sosiologi Pendidikan
Islam
Tujuan
pendidikan menurut George S. Herington mengemukakan lima macam tujuan daripada
sosiologi pendidikkan, ialah:[16]
1. To understand the role of the
reacher in the community and the schol asa an instrument of sosial progress and
sosial factors affecting school.
2. To understand the democratic
ideologies, our culture and economic and sosial trends in relation to both formal
and informal educational agencies.
3. To understand sosial and their
effects upon individuals.
4. To sosialize the curriculum, and
5. To us techiques of research and
critical thingkig to achieve these aims.
Tujuan sosiologi
pendidikan di Indonesia sendiri ialah:[17]
1. Berusaha
memahami peranan sosiologi daripada kegiatan sekolah terhadap masyarakat,
terutama apabila sekolah ditinjau dari segi kegiatan intelektual.
2. Untuk
memahami seberapa jauhkah guru dapat membina kegiatan sosial anak didiknya
untuk mengembangkan kepribadian anak.
3. Untuk
mengetahui pembinaan Pancasila dan kebudayaan nasional Indonesia di lingkungan
pendidikan dan pengajaran.
4. Untuk
mengadakan integrasi kurikulum pendidikan dengan masyarakat sekitarnya agar
supaya pendidikan mempunyai kegunaan praktis di dalam masyarkat, dan negara
seluruhnya.
5. Untuk
menyelidiki faktor-faktor kekuatan masyarakat, yang bisa menstimulir
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
6. Memberi
sumbangan yang positif terhadap perkembangan ilmu pendidikan.
7. Memberi
pegangan terhadap penggunaan prinsip-prinsip sosiologi untuk mengadakan
sosiologi sikap dan kepribadian anak didik.
Sosiologi
pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang interaksi di
antara individu-individu dan kelompok-kelompok dengan kelompok, atau dengan
perkataan lain secara khusu sosiologi pendidikan itu membicarakan, melukiskan
dan menerangkan instuisi-instuisi, kelompok-kelompok, sosial, dan proses
sosial, hubungan atau relasi sosial di mana di dalam dan dengannya manusia
memperoleh dan mengorganisir pengalaman-pengalamannya. Jadi sosiologi
pendidikan tidak hanya terbatas pada studi di sekolah saja, tetapi lebih luas
lagi ialah mencangkup instuisi-instuisi sosial dengan batasan sepanjang
pengaruh daripada totalitas milieuktural terhadap perkembangan kepribadian
anak. Sosiologi pendidikan mempunyai approach sosiologi pendidikan.[18]
Tujuan
sosiologi pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: [19]
1. Menganalisis
proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam
hal ini harus diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat
terhadap perkembangan pribadi anak.
2. Menganalisis
perkembangan dan kemajuan sosial. Banyak pakar yang beranggapan bahwa
pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena
dengan memiliki ijazah atau gelar yang semakin tinggi, maka akan mampu
menduduki jabatan yang lebih tinggi pula yang juga akan menghasilkan
penghasilan yang lebih banyak sehingga kesejahteraan sosialpun tercapai. Di
samping itu, banyaknya pengetahuan dan keterampilan dapat mengembangkan
aktivitas dan kreatifitas sosial.
3. Menganalisis
status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalam
masyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga
pendidikan itu berada. Sebagai contoh, perguruan tinggi didirikan di tingkat
propinsi atau kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedia dosen yang
bonafid.
4. Menganalisis
partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan sosial. Peranan
warga yang berpendidikan sering menjadi ukuran tentang maju dan berkembangnya
kehidupan masyarakat. Sehingga sebaiknya warga yang berpendidikan tidak
segan-segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, terutama dalam
memajukan kepentingan masyarakat. Mereka harus mampu menjadi motor penggerak
dari peningkatan taraf hidup sosial.
5. Membantu
menentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional harus sesuai dengan
falsafah hidup bangsa (Indonesia; Pancasila). Dinamika tujuan pendidikan
nasional terletak pada keterkaitannya dengan GBHN yang tiap 5 (lima) tahun
sekali ditetapkan dalam sidang umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan
yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.
6.
Menurut E.G. Payne, sosiologi
pendidikan bertujuan memberikan latihan-latihan yang efektif kepada guru-guru dalam
bidang sosiologi.
7. Memahami
hubungan antar manusia di sekolah serta struktur masyarakat.
Dalam
referensi lain disebutkan, bahwa tujuan sosiologi pendidikan terdiri dari
beberapa konsep berikut:[20]
1. Sosiologi
pendidikan sebagai analisis proses sosialisasi
Yaitu
mengutamakan proses bagaimana kelompok-kelompok sosial mempengaruhi kelakuan
seorang individu. Francis Brown mengemukakan bahwa “sosiologi pendidikan
memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara
individu memperoleh dan mengorganisasi pengalamannya”.
2. Sosiologi
pendidikan sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat
L.
A. Cook mengutamakan fungsi lembaga pendidikan dalam masyarakat dan
menganalisis hubungan sosial antara sekolah dengan berbagai aspek masyarakat,
seperti menyelidiki hubungan antara masyarakat pedesaan dengan sekolah rendah
atau menengah. Juga meneliti fungsi sekolah sehubungan dengan struktur status
sosial dalam lingkungan masyarakat tertentu.
3. Sosiologi
pendidikan sebagai analisis interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah
dengan masyarakat
Menganalisis
pola-pola interaksi sosial dan peranan sosial dalam masyarakat sekolah dan
hubungan orang-orang di dalam sekolah dengan kelompok-kelompok di luar sekolah.
Juga menyelidiki hubungan dan partisipasi guru dalam kegiatan masyarakat.
Peranan tenaga pengajar di sekolah yang dapat menambah wawasan tentang
kelompok-kelompok sosial dalam sekolah.
4. Sosiologi
pendidikan sebagai alat kemajuan dan perkembangan sosial
Para
ahli menganggap bahwa pendidikan sosial merupakan bidang studi yang memberi
dasar bagi kemajuan sosial dan pemecahan masalah-masalah sosial. Pendidikan
dianggap sebagai badan yang mampu memperbaiki masyarakat, alat untuk mencapai
kesejahteraan atau kemajuan sosial. Sedangkan sekolah dapat dijadikan sebagai
alat kontrol sosial yang membawa kebudayaan ke puncak yang setinggi-tingginya.
5. Sosiologi
pendidikan sebagai dasar untuk menentukan tujuan pendidikan
Beberapa
ahli memandang bahwa sosiologi pendidikan sebagai alat untuk menganalisis
tujuan pendidikan secara objektif. Mereka mencoba mencapai suatu filsafat
pendidikan berdasarkan analisis masyarakat dan kebutuhan manusia.
6. Sosiologi
pendidikan sebagai sosiologi terapan
Sosiologi
pendidikan merupakan aplikasi sosiologi terhadap masalah-masalah pendidikan,
misalnya kurikulum. Sosiologi bukan ilmu murni, akan tetapi merupakan ilmu
terapan yang diterapkan untuk mengendalikan pendidikan. Para ahli sosiologi
pendidikan menggunakan segala sesuatu yang diketahui dalam bidang sosiologi dan
pendidikan yang kemudian dipadukan dalam suatu ilmu baru dengan menerapkan
prinsip-prinsip sosiologi kepada seluruh proses pendidikan.
7. Sosiologi
pendidikan sebagai latihan bagi petugas pendidikan
Menurut
F.G. Robbins dan Brown, sosiologi pendidikan merupakan ilmu yang membicarakan
dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk
mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya. Sosiologi pendidikan
mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
Sedangkan menurut E.G. Payne tujuan utama dari sosiologi pendidikan adalah
memberikan latihan yang serasi dan efektif kepada guru-guru, para peneliti dan
orang-orang lain yang menaruh perhatian kepada pendidikan sehingga dapat
memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang lebih mendalam tentang
pendidikan.
D.
Bidang Kajian Sosiologi
Pendidikan Islam
Sosiologi
dapat memilih berbagai metode dalam melaksanakan kajiannya. Tentu saja metode
yang dipilihnya disesuaikan dengan prosedrur, alat dan desain penelitian yang
digunakan. Jenis penelitian harus sesuai dengan metode yang dipilih. Begitu
juga prosedur dan alat yang digunakan harus sesuai dengan metode penelitian
yang digunakan. Maka metode , prosedur, dan instrumen yang digunakan dalam penelitian
sosiologi harus sejalan dan mempunyai kesesuaian. Apabila salah satu dari tiga
aspek tadi tidak ada kesesuaian, penelitian itu akan mengalami kesulitan yang
serius.[21]
Masalah-masalah
yang diselidiki sosiologi pendidikan atau bidang kajian sosiologi pendidikan
meliputi pokok-pokok antara lain:[22]
1. Hubungan
sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat, yang meliputi:
a. Fungsi
pendidikan dalam kebudayaan
b. Hubungan
antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan
c. Fungsi
sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural, atau usaha
mempertahankan status quo
d. Hubungan
pendidikan dengan sistem tingkat/status sosial
e. Fungsi
sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural, dan
sebagainya
2. Hubungan
antar manusia di dalam sekolah, dalam hal ini yang menjadi kajian yaitu
menganalisis struktur sosial di dalam sekolah. Pola kebudayaan di dalam sistem
sekolah berbeda dengan apa yang terdapat di dalam masyarakat di luar sekolah.
Bidang yang dapat dipelajari antara lain:
a.
Hakikat kebudayaan sekolah, sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan di luar
sekolah
b.
Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah, yang meliputi berbagai
hubungan antara berbagai unsur di sekolah, kepemimpinan dan hubungan kekuasaan,
stratifikasi sosial dan pola interaksi informal.
3. Pengaruh
sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah, jadi yang
diutamakan adalah aspek proses pendidikan itu sendiri, bagaimana pengaruh
sekolah terhadap murid. Seperti peranan sosial guru, hakikat kepribadian guru,
pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak, dan fungsi sekolah dalam
sosialisasi murid.
4. Sekolah
dalam masyarakat, yaitu menganalisis pola interaksi sekolah dengan kelompok
sosial dalam masyarakat di sekitarnya, meliputi:
1. Pengaruh
masyarakat atas organisasi sekolah
2. Analisis
proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam masyarakat
luar sekolah
3. Hubungan
antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan
4. Faktor-faktor
demografi dan ekologi dalam masyarakat yang bertalian dengan organisasi
sekolah, yang perlu untuk memahami sistem pendidikan dalam masyarakat serta
integrasinya di dalam keseluruhan kehidupan masyarakat.
E.
Pendekatan-Pendekatan Sosiologi Pendidikan Islam
Dalam
kajian Sosiologi Pendidikan kita akan menggunakan beberapa pendekatan (Approach)
yaitu:
1. Pendekatan
Indvidu (The Individu Approach)
Yaitu
pendekatan yang memperhatikan faktor individu secara utuh meliputi watak,
intelegensi, psikologi, dan kemampun psikomotorik. Untuk dapat mengerti tata
kehidupan masyarakat (kelompok) perlu dibahas tata kehidupan individu yang
menjadi pembentuk mayarakat itu, jikalau kita dapat memahami tingkah laku
individu satu persatu bagaimana cara berfikirnya, perasaannya, kemampuannya,
perbuatnnya, sikapnya dan sebagainya atau tegasnya watak individu, bagaimana
mefasilitasi individu, begitulah seterusnya. Maka akhirnya dapat dimengerti
bagaimana kelompok (masyarakat), dilihat dari tingkah laku masyarakat
seluruhnya sampai pada tingkah laku Negara ( misalnya kepribadian Negara).[23]
Individu
sebagai titik tolak ditentukan atau di pengaruhi oleh dua macam faktor intern
dan extern. Faktor intern meliputi faktor-faktor biologis dan psikologis,
sedangkan faktor extern mencakup faktor-faktor lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Maka didalam approach individu menitik
beratkan kepada faktor-faktor biologis dan psikologis yang mendeterminir
tingkah laku seseorang. Kedua faktor itulah yang primer sedangkan faktor
lingkungan sekitar fisik dan sosial merupakan faktor sekunder.[24]
2. Pedekatan
Sosial (The Sosial Approach)
Yaitu
pendekatan yang memperhatikan faktor lingkungan sebagai lingkungan tinggal
induvidu dalam perkembangannya. Titik pangkal dari Approach
Sosial ialah masyarakat dengan berbagai lembaganya,
kelompok-kelompok dengan berbagai aktivitas. Secara konkrit Approach Sosial ini
membahas aspek-aspek atau komponen dari pada kebudayaan manusia, misalnya
keluarga, tradisi, adat istiadat, moralitas, norma-norma sosialnya dan
sebagainya. Tingkah laku individu
dapat dipahami dengan memahami tingkah laku masyarakatnya.[25] Misalnya, pada waktu lahir dengan
pertolongan bidan, atau dukun bayi, upacara-upacara yang dilakukan untuk si
bayi, apabila anak sudah mulai bicara diajar tatakrama keluarga dan masyarakat.
Misalnya bagimana cara makan dan minum, bagaimana cara berpakain dan
sebagainya. Semua menjalankan bahwa generasi muda harus bertingkah laku sesuai
dengan pola tingkah laku yang dikehendaki oleh masyrakat atau dengan perkataan
lain di kondisikan oleh kebudayaan masyarakat. Jadi kalau masyarakat
mengizinkan perkawinan poligami maka individu-individunya juga berpoligami.
Lebih
luas lagi karena Indonesia mengembangkan falsafah hidup Pancasila, maka seluruh
warga negara harus mengembangkan paham Pancasila. Kalau pemerintah menganut
demokrasi pancasila maka seluruh warga negara harus mengerti dan mengamalkan
demokrai pancasila. Jika ada warga yang tidak mau mengamalkan pancasila, negara
akan menindak mereka, oleh karena mereka diangggap menyeleweng dari pola
tingkah laku yang harus dikembangkan oleh masyarakat.
Approach
Sosial tentulah mempunyai kelemahan, sebab betapapun
homogennya suatu masyarakat, betapa kuatnya tata cara di situ masih juga kita
dapati individualitas jadi anggota masyarakat, artinya ciri-ciri tingkah laku
manusia perseorangan masih dapat dilihat juga. Mengapa demikian karena
tiap-tiap individu mempunyai watak dan kepribadiannya masing-masing,
individualitas manusia tetap masih ada tidak jarang juga kesegeraman tingkah
laku pada masyarakat-masyarakat yang kuat tata caranya dianggap sebagai paksaan
terhadap individu-individunya, mereka merasa kurang bebas, mereka ingin keluar
dari belenggu adat istiadat masyarakat.[26]
Jadi
pendekatan sosial ini titik beratnya terletak pada masyarakat dan pengaruh
geografis jadi tingkah laku manusia itu ditentukan oleh faktor fisik dan
kultural. Jadi dengan demikian, maka bertitik pangkal kepada berbagai individu
yang berinteraksi, dan dengan interksi sosial itu akan menunjukkan segi
sosialnya makluk manusia, sudah barang tentu dalam hal ini manusia selalu
mengadakan penyesuain diri dengan lingkungannya.
3. Pendekatan
Interksi (The Intraction approach)
Yaitu
pendekatan dengan memperhatikan pola hubungan antara individu dalam
lingkungannya. Di dalam pendekatan interaksional kita memperhatikan
faktor-faktor individu dan sosial. Dimana individu dan masyarakat saling
mempengaruhi dalam hubungan timbal balik antara individu dan masyarakat. Yang
mana interaksi yang terjadi mempunyai kekuatan saling membentuk dan
mempengaruhi dalam rangka saling menyempurnakan.[27] Approach Individu memberi
dasar adanya individualitas watak dan kepribadian individu-individu
perseorangan sedangkan approach sosial terutama dengan studi sosiologinya
memberi landasan arah dan perkembanagan watak dan kepribadian individu-individu
dalam kontak dengan individu individu lainya, kontak antara masyarakat satu
dengan yang lain, kontak antara negara satu dengan negara yang lain. Studi
Sosiologi menegaskan setiap individu itu dilahirkan dan dibesarkan oleh
masyarakat serta individu-individu itu dalam hidupnya di masyarakat selalu
mengidentifikasikan dirinya dengan pola tingkah laku dan kebudayaan masyarakat.
Dan
situasi Interaksi adalah situasi hubungan sosial. Maka dapat dikatakan bahwa
manusia itu memasyarakatkan diri, atau dengan perkataan lain manusia
membudayakan diri, dan permasyarakatan pembudayaan ini tidak akan
habis-habisnya sampai akhir zaman.
Macam-macam
Interaksi Sosial:[28]
1. Dilihat
dari sudut subjeknya, ada tiga macam Interaksi Sosial yaitu:
a. Interaksi
antara orang perorangan
b. Interaksi
antar orang dengan kelompoknya dan sebaiknya
c. Interaksi
antar kelompok
2. Dilihat
dari segi caranya, ada 2 macam interksi sosial:
a. Interksi
langsung (Dirrect Interction)
yaitu interaksi fisik, seperi berkelahi, hubungan seks/kelamin dan sebagainya.
b. Interksi
simbolik (Symbolik Interaction),
yaitu interakasi dengan mempergunakan bahasa (lisan/tertulis) dan simbol-simbol
lain (isyarat) dan lain sebagainya.
3. Menurut
bentuknya, Selo Sumardjan membagi interaksi menjadi empat, yaitu:
a. Kerjasama
(coopertion)
b. Persaingan
(competition)
c. Pertikaian
(conflict)
d. Akomodasi
(accomodation) yaitu bentuk penyelesaian dari pertikaian
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan,
Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
M. Elly Setiadi,
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta:
Kencana, 2008.
Munandar
Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan
Konsep Ilmu Sosial, Bandung: PT Rineka Aditama, 2009.
Paul B. Horton
dan Chester L. Hunt, Sosiologi Jilid I
Edisi Keenam, Jakarta: Erlangga, 1984.
Pius A Partanto dan M.
Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 2000.
Piötr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta:
Prenada, 2010.
Syarifuddin
Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi
Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, Yogyakarta: Teras, 2008.
S. Nasution, M. A, Sosiologi
Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004.
[1] Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu
Sosial, (Bandung: PT Rineka Aditama, 2009), Hal.6.
[2] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Hal. 3.
[3] Piötr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta:
Prenada, 2010), Hal. 16.
[4] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal. 1.
[5] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal.
5-6.
[6] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal 6-7.
[9] Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Hal. 45.
[10] Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial
Ibn Khaldun, (Yogyakarta: Teras, 2008), Hal. 1-2.
[11] Paul B. Horton dan Chester L.
Hunt, Sosiologi Jilid I Edisi Keenam,
(Jakarta: Erlangga, 1984), Hal. 14.
[12] M. Elly Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta:
Kencana, 2008), Hal. 99.
[13] Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan., Hal. 46.
[14] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Hal. 14.
[15] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal. 21.
[16] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal. 9-10.
[17] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal. 10.
[18] Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal. 11.
[19] Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan., Hal. 51-53
[20] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan.,
Hal. 2-4.
[21] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), Hal. 9-10.
[22] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan., Hal. 6-7
[23] Abu Ahmadi, Sosiologi
Pendidikan., Hal. 26.
[24] Abu Ahmadi, Sosiologi
Pendidikan., Hal. 30.
[25]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan., Hal.
40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar