Ibu.. waktuku 9 bulan 10 hari,
dengan waktu selama itu aku telah siap untuk hadir di dunia ini. Semenjak
pertemuan antara ovum ibu dan sperma ayah, aku telah menunggu. Setelah beberapa
waktu akhirnya jiwaku ditiupkan ke wadah yang siap menampungku, yaitu rahimmu
ibu. Akhirnya dengan ijin Allah jantungku waktu itu berdetak. Berdetak dengan
teratur dan lembut.
Setiap bergulirnya waktu, dari bulan
ke bulan berikutnya aku semakin bersemangat ibu. Aku semakin menyiapkan diriku
agar kelak pada waktunya lahir, aku lahir dengan keadaan yang sehat dan kuat.
Tentu ibu tidak menginginkan anaknya lahir penyakitan atau prematur kan.
Usiaku masuk 8 bulan di dalam
kandunganmu, aku sudah dapat mendengar suaramu ibu. Akupun dapat melihat cahaya
terang di luar sana. Walaupun aku masih di tempat perlindungan sementara dalam
perutmu ibu, aku dapat melakukan itu. Ibu.. aku semakin tidak sabar menunggu
kelahiranku.
Semakin berlalunya waktu, aku mulai
bisa menggerak-gerakkan sebagian anggota tubuhku. Aku mulai mengedor-ngedor
dinding pembantasku dengan dunia di luar sana. Aku senang sekali bu.
Tapi... apa yang terjadi ibu, disaat
diriku semakin aktif menggerakkan tubuhku. Kudengar dirimu memaki, kadang kala
kudengar dirimu menangis, kadang kala kudengar dirimu bertengkar dengan
seseorang –yang kuyakini adalah ayahku-,
aku bingung. Ada apa denganmu ibu?.
Hal yang tak pernah kuduga akhirnya
terjadi. Ibu.. kenapa kau melakukan itu?, kenapa kau mengaborsikan diriku?, kenapa
bu... kenapa...??
Padahal aku ingin melihat dunia, aku
ingin sekali melihat matahari, rembulan, awan, bintang, dan lautan. Aku juga
ingin merasakan dinginnya es, panasnya api, dan semilir angin yang
menghembuskan rambutku.
Hiks... apa salahku...? apa
salahku...?
Apakah
diriku tidak diterima olehmu...?
Apakah
aku tidak pantas memanggilmu dengan panggilan ‘ibu’...?
Ibu...
kau mengeluarkan diriku secara paksa, padahal kau tahu diriku belum siap hadir
di dunia. Belum genap 9 bulan, aku sudah keluar dari rahimmu. Bukannya
fasilitas oksigen yang kau sediakan untuk menyambut kehadiranku, melainkan
dekapan tangan kasar membengkap jalur nafasku. Aku panik, aku tak bisa membela
diri.
Hanya
berselang 45 detik, hadirku di dunia. Kau telah membunuhku, ya membunuhku.
Padahal
tahukah ibu... aku mempunyai cita-cita yang sangat tinggi jika diriku hadir di
dunia nanti. Aku ingin membahagiankanmu..... Aku akan menjadi anak yang sholeh,
mengejar ilmu setinggi-tingginya. Lalu aku akan membeli sebuah rumah yang besar
dan indah, lengkap dengan pembantu-pembantunya yang siap siaga 24 jam. Semua
itu akan kulakukan untukmu ini... Seandainya.
Kini...
semua itu hanyalah pengharapan hampa. Ini semua karenamu ibu.. karenamu... Aku
gagal memenuhi harapan yang telah kurencanakan.
Padahal,
biarkan saja diriku lahir pada waktunya. Jika dirimu tidak mau merawatku, tidak
apa-apa ibu.. tidak apa-apa... titipkan saja diriku di panti asuhan. Saat besar
nanti, aku janji tidak akan mencarimu ibu.
Ibu...
kenapa kau lakukan itu? padahal aku belum melihat melihat wajahmu. Ibu... aku
ingin melihat dunia, hanya itu inginku... hanya itu...
Ibu
aku anakmu....
Np:
Tulisan ini kurangkai untuk menyadarkan calon ibu dan para ibu, yang telah atau
merencanakan dengan kejam untuk mengaborsikan anak-anak mereka. Mudahan
semuanya sadar bahwa anak/bayi adalah karunia bukannya petaka. Stop ilegal
aborsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar