Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan, "Success canlead
to arrogance. When we are arrogant, we quit listening.
When wequit listening, we stop changing. In today's rapidly moving world,if we
quit changing, we will ultimately fail." (Sukses
bisa membuatkita jadi arogan. Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika
kita berhenti mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan didunia yang terus
berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau
kita berhenti berubah, maka kita akan gagal).
Pembaca, itulah sisi negatif dari kesuksesan, yakni arogansi.Arogansi
muncul saat seseorang merasa diri paling hebat, paling luar biasa,
dan paling baik dibandingkan dengan yang lainnya. Penyakit mental
ini bisa menjangkiti apa dan siapa saja, mulai dari organisasi,
produk, pemimpin, sampai orang biasa. Khusus pada tulisan
ini, kita akan membicarakan soal manusianya.
Orang sukses lalu bersombong ria sebenarnya patut disayangkan. Bayangkan
saja, saat berjuang keras menggapai kesuksesan, mereka begitu
terbuka untuk belajar. Mereka mau mendengarkan. Mereka mau berjerih
payah, berani hidup susah, dan mengorbankan diri. Bahkan,mereka tampak sangat
'merakyat' hidupnya. Akan tetapi, itu dulu. Sayang
sekali, saat kesuksesan datang, mereka lupa diri. Mungkin diaakan berkata,
"Saya sudah berhasil mencapai yang terbaik. Sekarang, Andalah
yang harus mendengarkan saya. Saya tidak perlu lagimendengarkan Anda. "Hal
itu diperparah lagi ketika mereka dikelilingi oleh para 'yesman' yang tidak
berani angkat bicara soal kekurangan orang ini. Hal ini
membuat orang itu semakin 'megalomania', pongah, angkuh, danegois. Ia
terbelenggu oleh kesuksesannya sendiri. Ia tidak pernah belajar
lagi.
Saya teringat dengan seorang klien saya. Sebagai seorang pebisnis, dia
menceritakan susah payahnya membangun bisnisnya. Cerita yang mengharukan
sekaligus heroik ketika dia harus tidur di kolong jembatan
saat tiba di Jakarta ketika remaja. Dengan susah payah diamerangkak dari bawah
untuk bertahan hidup. Menikah tanpa uang sepeser
pun. Hidup di rumah kontrakan kecil. Akan tetapi, dia tidak patah
arang. Dia mengamati cara kerja orang sukses, mencontoh, dan memodifikasi
sendiri produknya. Sekarang, dia pun berjaya. Tiga pabrik
besar ada di genggamannya.
Namun, sayang sekali. Perusahan itu sedang diterpa badai masalah internal.
Pemicunya tak lain adalah sikap pemimpin yang arogan. Diaotoriter dan
antikritik. "Kalau saya bisa, kalian juga harus bisa," katanya
pongah. Dia pun menolak ide-ide baru. Dia mengelola perusahaan
dengan serampangan. Turn over karyawan pun tinggi. Sisanya
hanya kelompok para 'penjilat' yang tidak berani melawan. Dia menginginkan anak buahnya
di-training. Padahal, dia sendiri yang perlu up date
diri dengan training.
Arogansi bisa menghampiri siapa saja. Termasuk seorang pendidik, guru, dosen,
yang tiap hari memberi suatu bagi orang lain. Saat menjalani kursus panjang di
Inggris, saya pernah mendengar kisah tentang seorang
trainer yang begitu arogan. Dia sempat membuat banyak orang
berdecak kagum. Buku-buku best seller pun lahir ditangannya.A kan tetapi, arogansi membuatnya
'dibuang' dari komunitas di negaranya. Celakanya,
sang trainer menyalahkan para rekannya. Diapun dikelilingi oleh mereka yang
selalu berkata 'ya' padanya.
Dari situ, kita belajar banyak untuk hati-hati. Kesuksesan jangan membuat kita arogan dan cenderung self centered serta tidak mau mendengarkan orang lain. Dunia begitu mengenal sosok Mao, Hitler, ataupun
Stalin. Mereka berjuang dari basis
bawah menuju pucuk kepemimpinan. Mereka pun berjuang untuk perubahan di masyarakatnya. Idealisme mereka sangat luarbiasa. Orang pun dibuatnya kagum. Namun, mereka lupa daratan ketika sukses. Mereka memonopoli kebenaran tunggal alias antikritik dan anti pembaruan. Mereka memimpin
dengan tangan besi. Korban pun bergelimpangan dari tangannya.
Begitu juga dalam sejarah bisnis. IBM yang begitu besar dan
terkenal pernah mengalami kemerosotan saat arogansi membekap sikap
dan pikiran para pemimpin mereka. Terjebak retorika.
Namun, itulah yang terjadi apabila orang berhenti belajar dan merasa diri
sudah selesai. Tanpa dia sadari, lingkungannya terus belajar, berinovasi,
dan berkembang. Sementara, dia mandek di posisinya. Akibatnya,
kue kesuksesan yang dia peroleh lama-kelamaan menjadi basi. Tanpa
sadar, kompetitor mereka bergerak jauh meninggalkan dirinya
di belakang. Mereka terjebak dalam retorika, kalimat, jurus yang
itu-itu saja alias usang. Arogansi telah menutup hati dan pikirannya
untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip baru mempertahankan
sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah, arogansi
berujung pada malapetaka dan kehancuran.
Jadi, bagaimanakah tipnya agar kesuksesan kita tidak berubah menjadi arogansi?. Saya
menyebut tip ini dengan kata AWAS!.
Pertama, Aware(sadar) dengan sikap dan tingkah laku kita selalu. Meskipun
sudah sukses, kita perlu memberi waktu untuk
menyadari sikap dan perilaku kita di mata orang lain. Selalulah
sadar apakah nada dan ucapan serta tindak tanduk kita
sekarang semakin membuat banyak orang lain terluka?. Apakah
kita masih tetap menghargai orang lain?.
Apalagi orang-orang yang telah turut membawa Anda
ke level sukses sekarang, apakah Anda hargai?. Jangan
sampai, tatkala masih bersusah payah, kita
begitu respek, tetapi setelah sukses justru mencampakkan mereka.
Kedua, Waspadai umpan balik yang hanya menghibur kita tetapi tidak membuat
kita belajar lagi. Hati-hati dengan orang di sekeliling kita yang
hanya mengatakan hal bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan
yang baik. Kadang, masukan negatif juga kita perlukan demi perkembangan,
sesukses apa pun kita.
Ketiga, Awasi dan peka dengan perubahan yang terjadi. Dalam buku WhoMoved
My Cheese disimpulkan bahwa kita harus selalu mencium keju kita,
apakah sudah basi ataukah mulai diambil orang lain. Kita
punharus terus mencium dan peka bagaimana orang lain mengembangkan dirinya
serta bisa jadi ancaman bagi kita. Jangan pula merasa diri paling
hebat dan lupa belajar. Keempat, Sopan dan rendah
hati untuk belajar dari orang lain. Adabanyak artis yang ketika belum terkenal
sikapnya ramah dan baik. Namun, setelah sukses, ia
menjadi sangat sombong, angkuh, ketus, danbersikap antisosial.
Nah pembaca, semoga tulisan ini menginspirasi Anda untuk meraih sukses
sejati. Kesuksesan yang membuat Anda tidak arogan. Baiknya kita
tutup tulisan ini dengan kalimat kuno yang seringkali sudah kita
dengar. Saya hanya mengingatkan kita sekali lagi, "Di atas langit
masih ada langit yang lain".
Sumber:
Sukses & Arogansi oleh Anthony Dio Martin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar