Kamis, 13 Januari 2011

Kenakalan Remaja


A.    Pendahuluan

Pada dasarnya, kenakalan remaja merupakan gejala universal dalam kehidupan manusia yang selalu mengikuti perubahan zaman, kendati bukan produk zaman. Setiap zaman memiliki remaja dengan kenakalan yang sesuai dengan zamannya, sehingga setiap zaman ada saja jenis kenakalan yang sangat mencemaskan masyarakat.


Masalah kenakalan remaja sering menimbulkan kecemasan sosial karena eksesnya dapat menimbulkan kemungkinan gap generation, sebab remaja-remaja yang diharapkan sebagai kader-kader penerus serta calon-calon pemimpin bangsa banyak tergelincir dalam lumpur kehinaan, bagaikan kuncup bunga yang berguguran sebelum mekar menyerbakkan wangi.[1]

Namun kiranya kita sependapat, kenakalan anak sebagai sebagai sesuatu sifat kodrati yang tidak dapat ditiadakan, tetapi hanya sekedar bisa ditangkal dengan cara-cara secara bijak, sehingga tidak berakibat fatal serta merugikan masyarakat banyak. Untuk itu masalah-masalah kenakalan remaja serta upaya-upaya menangkal secara bijak tepat dan efisien merupakan topik pembahasan yang akan diketengahkan agar memperoleh tambahan masukan untuk menghasilkan terapi yang semakin akurat bagi para pendidik khususnya, dan pemuka masyarakat umumnya dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui ilmu-ilmu untuk memajukan manusia sehingga mencapai kemanusiaan yang sesungguhnya.



B.     Apa Sih Kenakalan Remaja Itu?



Kenakalan remaja diibaratkan suatu penyakit yang mampu menjangkiti masyarakat. maksudnya, kenakalan remaja itu telah sampai pada taraf menggelisakan dan hal itu menjadikan masyarakat kehilangan akal untuk melakukan pencegahan maupun pengobatan.

Nah, kalau realitasnya demikian, maukah kamu secara psikologi sebagai remaja dianggap biang kerok yang meresahkan masyarakat? Apakah kenakalan yang sudah melekat dalam diri remaja harus ditimpakan pada remaja tanpa melihat bahwa hal itu merupakan konsekuensi logis dari perkembangan kejiwaan remaja yang masih dalam kondisi transisi? Atau adakah kekeliruan dalam pemahaman yang tercipkan dalam masyarakat kita bahwa kenakalan remaja itu sebagai gejala psikologis yang sudah biasa terjadi?

Tentu semua kesalahan tersebut tidak bisa ditimpakan begitu saja pada diri remaja, karena memang kondisi perkembangan psikologislah yang menuntun demikian. Artinya, berbagai gejolak remaja itu selalu identik dengan kenakalan dan kejahilan. Dan kenakalan tersebut masih bisa di toleransi jika tidak membahayakan dan member dampak buruk bagi perkembangan jiwa dan fisik remaja itu sendiri serta bagi lingkungan di sekitarnya. itu berarti, kenakalan yang pada hakikatnya suatu penyimpangan tidak dengan sendirinya mengikutkan gejala negatif itu sebagai bentuk penyimpangan. jadi, hakikat dari gejala negatif bukanlah penyimpangan.

Karena itu, kenakalan di sini bisa dilihat dari dua pemahaman: pertama, kenakalan konstruktif (membangun), yakni kenakalan yang terwujud sebagai ekspresi kondisi kejiwaan remaja yang masih labil dan bersifat spontanitas tanpa ada pengaruh dari luar dan lingkungannya sehingga kenakalan tersebut akan membantu perkembangan kejiwaannya dan menghasilkan sesuatu hal yang positif. Pemahaman kedua, kenakalan destruktif (merusak), yakni kenakalan yang terwujud dari ekspresi kondisi kejiwaan remaja yang memang masih labil dan hal itu sudah terpengaruhi oleh faktor lingkungan atau faktor yang berada di luar dirinya sendiri sehingga menimbulkan efek merusak dan mengganggu ketenangan masyarakat di lingkungannya.[2]

Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah adanya sebuah pertanyaan yang sering mengganggu makna kenakalan ini: Apa pun motif, sebab dan akibat dari kenakalan tesebut, yang namanya kenakalan tetaplah kenakalan, dan akan selalu berada dengan kebaikan. jadi, bagaimana mungkin kenakalan remaja itu bisa mambawa manfaat yang konstruktif meski itu berdasarkan kenyataan bahwa masa remaja adalah masa peralihan, masa penuh, masa penuh tantangan, dan masa yang tidak pernah berhenti bergejolak?

Dalam menjawab pertanyaan ini, kita harus membaca kenyataan bahwa anak yang nakal secara wajar (dalam artian positif dan konstruktif) perkembangan kejiwaannya cenderung tumbuh selaras dan seimbang. Mengapa bisa begitu? karena remaja seperti itu akan mempunyai pengalaman hidup yang lebih. Remaja seperti itu secara tidak langsung juga akan menguji coba perkembangan psikologisnya terhadap mana yang baik dan mana yang buruk sehingga menjadi selaras dan seimbang. Pada akhirnya nanti, remaja seperti ini akan lebih dewasa dalam memandang hidup, asalkan tidak terjebak dan terseret kepada kenakalan remaja.



C.     Pola Tingkah Laku Remaja

Sebelum kita tahu mengapa remaja harus terjebak kepada tindakan merusak melalui kenakalan remaja, alangkah baiknya jika kita membahas terlebih dahulu mengenai pola tingkah laku remaja. Pola tingkah laku ini tentu tidak terlepas dari adanya peranan kebutuhan remaja. Karena remaja adalah manusia, sedang manusia akan selalu mempunyai banyak kebutuhan, maka remaja pun akan selalu di penuhi oleh kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya sehingga mendorongnya untuk berbuat atau bertingkah laku.

Dari berbagai sudut pandang, berbagai kebutuhan manusia itu bisa diklasifikasikan sebagai berikut:[3]

1.      Kebutuhan biologis, meliputi kebutuhan makan, minum, bernafas dan sebagainya.

2.      Kebutuhan Individual, meliputi kebutuhan aktif, kebutuhan berfikir, kebutuhan mengetahui, dan seterusnya.

3.      kebutuhan keagamaan, meliputi kebutuhan beribadah, mengunjungi tempat suci, berpuasa, bersedekah, dan sebagainya.

4.      kebutuhan yang dipandang dari segi keberadaan manusia yang kemudian melahirkan pengelompokan atau kebutuhan primer dan sekunder.

Dari berbagai kebutuhan tersebut kemudian akan timbul gerak atau berbagai tindakan yang menjadi cermin bagi terwujudnya perilaku-perilaku tertentu, baik itu positif jika terpenuhi dengan baik, maupun negatif jika penentangan atau hambatan terhadap kebutuhan tersebut.

Kebutuhan jika ditinjau dari segi sifatnya bisa dibagi menjadi tiga, yaitu:[4]

1.      Kebutuhan untuk mendekatkan diri dalam pergaulan (sifat positif)

2.      Kebutuhan untuk menghindari atau melakukan penolakan terhadap orang lain dalam pergaulan (sikap negatif) 

3.      kebutuhan yang bila kedua kebutuhan tersebut diatas tidak terpenuhi, maka akan timbul kebutuhan yang menciptakan tingkah laku agresif.

Dengan demikian, sudah jelas bahwa berbagai kebutuhan itu akan sangat mempengaruhi pola perilaku seorang individu.

Dari berbagai pola kebutuhan tersebut, di samping pula dengan berbagai pengaruh lingkungan yang ada di sekitarnya, maka pola perilaku seseorang, atau dalam hal ini adalah remaja, berkisar pada lima pola, yaitu:[5]

1.      Perilaku yang terarah untuk mendapatkan pemuasan terhadap kebutuhan agar dapat diterima orang lain. Ciri-ciri perilaku seperti ini adalah:

a.       Selalu berusaha menjadi pusat perhatian;

b.      Suka menyombongkan diri;

c.       Suka menonjolkan ketampanan/kecantikan;

d.      Suka menunjukkan kekurangan yang ada pada dirinya;

e.       Suka berdusta;

f.       Berusaha meningkatkan stasus sosialnya;

g.      Giat bekerja keras;

h.      Suka dianggap kreatif;

i.        Suka menyumbang terhadap kemanusiaan;

j.        Baik hati dan suka membantu atau member pertolongan.

2.      Perilaku yang terarah untuk mendapatkan pemuasan dalam pemenuhan kebutuhan agar mendapatkan penerimaan, dan agar terhindar penolakan dari orang lain. Ciri-cirinya adalah:

a.       Banyak bicara;

b.      Suka berbicara yang sukar dimengerti orang lain;

c.       Sangat disiplin dan cenderung berlebihan;

d.      Congkak atau sombong;

e.       Berlagak sok pandai;

f.       Suka mengagung-agungkan nilai-nilai lama;

g.      Berlagak sok sebagai orang yang terbaik;

h.      Ketelitiannya sangat berlebihan;

i.        kejujurannya berlebihan;

j.        Kesukaannya menolong orang lain juga sangat berlebuhan.

3.      Perilaku untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan agar tidak ditolak oleh orang lain. Ciri-cirinya adalah:

a.       Pemalu;

b.      Penyendiri;

c.       Pemalas;

d.      Pencemas;

e.       Sukar membuat keputusan;

f.       Suka makan secara berlebihan;

g.      Menderita penyakit psikosomatis;

h.      Menderita penyakit fobia, takut secara berlebihan terhadap banyak hal;

i.        Perfeksionis atau berlebihan dalam kesempurnaan;

j.        Pemabuk; dan

k.      Homoseks.



4.      Perilaku untuk memperoleh kepuasan atas kebutuhan agresif yang bersamaan dengan kebutuhan penerimaan, serta menghindari penolakan orang lain. Ciri-cirinya adalah:

a.       Suka berdebat;

b.      Suka mengeluh;

c.       Suka gosip;

d.      Tidak merasakan ketenangan;

e.       Menjadi remaja nakal;

f.       Suka mencuri, membunuh, bunuh diri;

g.      Suka humor;

h.      Suka mencampuri urusan orang lain;

i.        Bersikap rasialis yang ekstrem;

j.        Sangat pencemburu;

k.      Garang dan kejam.

5.      Perilaku yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan agresif belaka. Ciri-ciri perilaku ini adalah:

a.       Pemerkosa;

b.      Bersikap sadis;

c.       Suka menimbulkan dan melihat kebakaran;

d.      Sangat pemarah;

e.       Menjadi pasangan yang kejam dan suka memukuli pasangan.

Berbagai pola perilaku di atas merupakan cerminan dari sifat emosionalitas remaja yang dominan daripada pemikirannya. Intinya, perilaku ini lebih mengedepankan otot daripada otak. Segala perilaku itu akan terjadi jika pemenuhan kebutuhannya tidak terpenuhi dengan baik sehingga harus memunculkan perilaku-perilaku lebih agresif tertentu dan bahkan cenderung kepada hal-hal yang sifatnya merusak dan merugikan orang lain.



D.    Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Secara Fenomenologis tampak bahwa gejala kenakalan timbul dalam masa pubertas/pancaroba, di mana jiwa dalam keadaan labil, sehingga mudah terseret oleh lingkungan. Seorang anak tidak tiba-tiba menjadi nakal, tetapi menjadi nakal karena beberapa saat setelah dibentuk oleh lingkungannya.

Kenakalan remaja dapat ditimbulkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah:[6]

1.      Faktor Orangtua

Moral anak bermula di rumah. Anak menghabiskan sebagian besar waktunya di lingkungan keluarga. karena itu, perkembangan mental, fisik dan sosial selalu berada di bawah pengawasan orangtua atau harus patuh pada tatanan hidup yang digariskan orangtua dalam keluarga.

a.       Status ekonomi orangtua yang miskin sehingga orang tua sibuk dengan mencari nafkah, sedang anak tidak terawatt dengan baik.

b.      Kondisi orangtua yang selalu melakukan perbuatan-perbuatan merusak, dan tidak mencerminkan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya.

c.       Orangtua selalu sibuk mengurusi urusannya masing-masing sehingga tidak ada waktu untuk diberikan kepada anak sehingga pengawasan dan pendidikan anak menjadi terganggu.

d.      kondisi rumah tangga yang tidak harmonis, selalu berkonflik di depan anak, dan akibatnya keluarga menjadi retak sehingga mempengaruhi kejiwaan sang anak.

e.       Kurangnya kasih sayang kepada anak sehingga anak tumbuh tanpa adanya arahan dan pendidikan langsung dari orangtua sehingga anak mencari kehidupannya di luar pengawasan keluarga.

2.      Faktor Sekolah

Sekolah merupakan tempat member pengajaran dan pendidikan kedua kepada anak setelah orangtua. Namun perlu diingat, sekolah adalah tempat bertemunya berbagai budaya, sehingga anak pun akan sangat rentan terpengaruh oleh budaya lain. Jika budaya itu baik dan mendidik tidak apa-apa bagi perkembangan si anak, kalau budaya yang dibawa negatif, itu yang akan membawa masalah.

Apalagi pada zaman sekarang ini, di mana sekolah sudah menjadi sasaran bagi berbagai tindakan merusak, seperti peredaran narkoba, praktik gagah-gagahan, dan yang paling sering adalah tawuran antar pelajar. Apalagi jika ditambah dengan beberapa faktor berikut yang akan membuat masalah kian menjadi kompleks:

a.       Disiplin sekolah yang longgar.

b.      Orangtua tidak mau tahu kemajuan dan pencapaian anak di sekolah.

c.       Guru tidak mau tahu masalah yang dihadapi oleh murid-murid.

d.      Sekolah tidak menyediakan perangkat aturan dan kebijaksanaan yang jelas.

3.      Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan sangat berperan besar dalam pola pembentukan perilaku anak. Lingkungan di sini bisa berbentuk media. Misalnya, media sekolah untuk belajar; media keluarga untuk pengawasan, pendidikan, dan pegasuhan; media yang sifatnya menyenangkan, seperti night club, pusat hiburan, yang menawarkan kesenangan, hura-hura, dan berbagai praktik yang berhubungan dengan hal itu; dan media elektronika, misalnya internet,telepon, dan sebagainya untuk mendapatkan informasi.

Pengaruh yang biasanya sangat kuat di kalangan remaja adalah teman. Bagi remaja, memiliki banyak teman merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Orangtua senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya, malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan. Sebab teman dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila remaja itu akan berusaha mengikuti gaya hidup seperti itu tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya, maka remaja itu pun akan menjadi frustasi. Jadi kalau berprinsip sukses, tentu akan selektif dalam mencari teman bergaul di lingkungan kamu.



4.      Faktor Kemiskinan

Kemiskinan kadang juga sangat memengaruhi perilaku seorang remaja, karena dari kemiskinan akar-akar kekerasan akan muncul. Bukanlah agama juga mengajarkan bahwa kemiskinan akan mengarahkan seseorang pada perbuatan yang tidak sesuai dengan agama? Mengapa bisa demikian? Karena, dari kemiskinan itu akan timbul kekerasan hati, dari kekerasan hati itulah kemudian akan muncul berbagai perilaku yang keras dan tidak kenal mana baik dan mana buruk. dari kemiskinan akan menyebabkan seseorang gelap mata, dari kemiskinan seseorang akan mencuri, menjambret, menodong, merampok, dan berbagai perilaku merusak lainnya.

Begitu juga dengan remaja. Remaja yang terlahir dari kondisi keluarga yang miskin, akan terdidik untuk mencari nafkah dan bergumul dengan kehidupan yang keras. Fenomena anak jalanan sekarang ini menjadi contohnya. Mereka akan sangat rentan dan sangat sensitif dengan berbagai hal, termasuk dalam soal kehidupan. Karena mereka hidup begitu keras akibat kemiskinan, tentu mereka akan terdidik untuk keras pula dalam mempertahankan dan memburu sesuatu.                 



5.      Faktor Benturan Budaya

Budaya juga akan menjadi pemicu signifikan bagi kenakalan remaja. Remaja yang sejak kecil dididik dalam lingkungan yang baik dan harmoni serta penuh kasih sayang, lalu pada saat perkembangannya menuju kedewasaan, harus berbenturan dengan budaya luar sangat berbeda.

Jika hal ini tidak ditangani dan diarahkan secara posiif, tentu remaja akan mendapatkan kesimpulan yang salah dari perbenturan budaya ini. Bisa saja remaja akan melakukan sesuatu di luar didikan dan arahan keluarga, karena telah merasakan betapa nikmatnya budaya tersebut. Misalnya, jika orangtua melarang bahwa merokok itu tidak baik, namun setelah bertemu dengan budaya yang sangat menikmati rokok, maka remaja itu pun tertarik untuk mencobanya, dan akhirnya kecanduan. Dari kecanduan tersebut tentu akan tertantang untuk mencoba sesuatu yang lebih mengenakan lagi, maka dicobalah ganja, dari ganja akhirnya menjadi morfinis, lalu akan terciptalah berbagai perilaku merusak selanjutnya,

6.      Faktor Kondisi Fisik dan Mental yang Tidak Sempurna

Seperti yang telah diterangkan di atas, factor psikologis akan sangat memengaruhi perilaku remaja, di samping pula factor kondisi fisik pada diri remaja yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Dengan begitu cepatnya perubahan kondisi fisik dan mental seorang remaja, tentu gaya hidup dan perilakunya juga akan berubah dibandingkan dengan masa kanak-kanak. Jika perubahan tersebut sempurna dengan baik, maka akan baik pula kondisi tubuh dan perkembangan mentalnya. Namun, jika perubahan tersebut tidak sempurna dan mengarah pada hal-hal yang negatif, maka tentu dari sana akan muncul berbagai hal yang tidak diinginkan.

Bahwa pada masa remaja, organ-organ seksual remaja sedang berkembang pesat. Gejolak hormon estrogen dan testosterone memunculkan reaksi-reaksi yang berbeda. Perasaan ini pun semakin menggila pada saat bertemu lawan jenis yang menarik perhatian. Pada akhirnya, karena tidak terkontrol, tentu remaja itu pun akan mengarahkan gejolak libido seksualnya dengan jalan yang tidak sesuai dengan aturan norma.



7.      Faktor Tidak Ada Figur yang Baik

Kondisi mental remaja yang masih labil dan belum matang dalam menempuh hidup tentu membutuhkan figur yang bisa memberinya arahan dan nasihat. Bila kehidupan remaja tidak menemukan figur yang baik, tentu kehidupan mereka akan mengarahkan pada sesuatu yang tidak baik, sehingga perkembangan mental dan hidup mereka menjadi negatif.

8.      Faktor Penggunaan Waktu Luang

Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, akan timbul gagasan dalam diri remaja untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif, maka hal itu sangat membahayakan bagi diri dan lingkungan.



9.      Faktor Uang

Uang bisa juga menjadi pemicu seorang remaja melakukan berbagai perilaku merusak dan merugikan. Biasanya, remaja sudah terbiasa memegang uang banyak akan merasa bahwa segala sesuatu itu bisa dibeli dengan uang, termasuk harga diri. Mereka akan gampang sekali mempermainkan sesuatu atau orang lain dengan uang, dan dengan uang itu juga, mereka akan gampang sekali masuk ke lingkungan yang berbau merusak, seperti ke night club, arena hiburan, bahkan bisa juga terjebak pada persoalan narkoba, minum-minuman keras, dan narkotika.

E.     Gejala-gejala Kenakalan

Gejala tingkah laku anak yang memperlihatkan atau menjurus pada perbuatan kenakalan harus dapat dideteksi sedini mungkin, sebab bila tingkah lakunya telah melewati batas, maka akhirnya anak tidak mampu lagi menghadapi dirinya sendiri dalam hidup bermasyarakat yang sehat. Adapun gejala-gejala yang mengarah kepada perbuatan kenakalan antara lain:

1.      Anak yang selalu menyendiri karena tidak disukai oleh teman-temannya ()terkucilkan





[1] Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm. 88.

[2] Aziz Bachtiar, Sukses Ala Remaja, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2005), hlm. 136-137.

[3] Aziz Bachtiar, Cinta Remaja: Mengungkapkan Pola dan Perilaku Cinta Remaja (Yogyakarta: Saujana, 2004) hlm. 125-

[4] Ibid, hlm. 126.

[5]Ibid, hlm. 127-130.

[6] Aziz Bachtiar, Op. Cit, hlm. 150-162.

2 komentar:

  1. Something wrong with your blog. Please don't copy from the other blog. Be original.
    For other information please visit www.youporn.com

    BalasHapus
  2. maaf pojok sas, tulisan diatas adalah tulisan dari teman saya yang saya posting di blog ini.

    BalasHapus