Kaum muslimin yang
berbahagia.
Puji dan syukur kita
panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan kepada kita dalam
jumlah yang sangat banyak. Salah satunya adalah nikmat Iman dan Islam, sehingga
bisa kita nikmati ibadah Ramadhan yang baru saja kita lewati dan ibadah shalat
Idul Fitri pada pagi ini. Semoga apa yang kita laksanakan selalu dapat ridha
dari Allah SWT. Amin.
Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi kita, Muhammad saw, keluarga, sahabat dan
para penerusnya hingga hari akhir nanti.
Ketika Ramadhan kita
akhiri kemarin sore, rasa sedih dan gembira bercampur menjadi satu dalam jiwa
kita masing-masing. Sedih karena terasa capat Ramadhan berlalu, sementara kita
merasakan Ramadhan tahun ini belum begitu optimal kita manfaatkan untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Apalagi, kita dibayang-bayangi
perasaan belum tentu Ramadhan tahun mendatang bisa kita jumpai lagi, karena
usia kita belum tentu sampai. Meskipun bagitu, kita pun bergembira karena
teringat akan janji Allah SWT untuk orang yang beribadah Ramadhan dengan baik
berupa janji ampunan dosa. Sehingga, kita dikembalikan seperti bayi yang baru
dilahirkan. Itu pula sebabnya mengapa tekbir, tahlil, tasbih, dan tahmid kita
gemakan hingga pagi ini.
Ibadak Ramadhan yang
telah kita tunaikan dengan sebaik-baiknya kita rasakan sekarang ini telah
membuat kita memiliki jiea yang baru, semangat yang baru. Begitulah memang
seharusnya Idul Fitri kita pahami dan kita hayati. Jiwa baru yang bersih
merupakan kehidupan modal yang sangat berharga untuk mewujudkan kehidupan
masyarakat dan bangsa yang bersih dari segala tindakan tercela yang telah
mencoreng nama baik bangsa.
Yang menjadi pertanyaan
kita kemudian adalah semangat apa saja yang harus kita tunjukan dalam kehidupan
sesudah Ramadhan. Sehingga, kita termasuk orang yang mengalami peningkatan
takwa kepada Allah SWT sesuai dengan nama bulan ini, yakni Syawwal yang artinya
peningkatan. Paling tidak, ada enam bentuk peningkatan semangat sebagai bukti
bahwa kita telah memiliki semangat baru di hari yang Fitri ini.
Pertama,
semangat pengabdian. Pada dasarnya, keberadaan kita dalam hidup ini adalah
untuk mengabdi kepada Allah SWT dalam arti yang luas. Karenanya, semangat
pengabdian harus selalu menggelora dalam kehidupan kita. Masyarakat dan bangsa
kita sekarang ini membutuhkan pemimpin dan rakyat yang memiliki semangat
pengabdian untuk memperbaiki keadaan, Manakala semangat pengabdian hendak kita
tunjukkan, maka pertanyaan ke dalam jiwa kita dalam setiap aktivitas adalah
“Apa yang bisa saya berikan kepada umat dan bangsa ini,”bukan”Apa yang bisa
saya dapatkan dari umat dan bangsa ini,”serta bukan”jadi apa saya bila begini
dan begitu.”
Ini menunjukkan bahwa
orang yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi selalu berusaha agar
keberadaannya bisa memberi kontribusi manfaat kebaikan yang sebesar-besarnya.
Ia pun merasa sangat rugi bila keberadaan dirinya bisa dirasakan manfaatnya
oleh orang lain. Dalam hadits, Rasulullah saw, bersanda:
“sebaik-baik orang
adalah yang paling memberi manfaat bagi orang lain.”(HR al-Qudha’I dari Jabir r.a)
Dalam proses
memperbaiki bangsa, hilangnya semangat pengabdian merupakan sesuatu yang sangat
berbahaya. Hal ini karena bila yang demikian itu terjadi pada individu
seseorang, maka ia akan berkembang menjadi annaniyah (egois atau mementingkan
diri sendiri). Ia tidak peduli apakah ia bersalah atau tidak, apakah ia mampu
atau tidak. Baginya segala ambisi harus bisa dicapai, meskipun harus
menghalalkan segala cara. Sedangkan bila hal itu terjadi pada kelompok, maka
hal itu akan menimbulkan’ashabiyah atau fanatisme kelompok secara berlebihan
Allahu Akbar (3X)
walillahi hamdu.
Jamaah sekalian yang
berbahagia.
kedua,jiwa
yang baru seharusnya memiliki semangat pelayanan. Setiap orang, apabila seorang
pemimpin, seharusnya bisa melayani orang lain dengan sebaik-baiknya, ini
merupakn kelanjutan dari semangat pengabdian, karena itu dalam sejarah
kepemimpinan Islam, kita dapati banyak pemimpin yang begitu cinta kepada
rakyatnya. Sehingga ia mau melayani rakyat yang dipimpinnya itu. Satu di
antaranya adalah Khalifah Umar ibnul
Khaththab r.a yang pada malam hari seringkali mengunjungi rakyanya dari rumah
ke rumah.
Hal itu ternyata dilihat
oleh sahabat Thalhah r.a keesokan harinya. Thalhah mendatangi rumah seorang
nenek yang sudah tidak mampu berjalan, rumah yang didatangi oleh Umar ibnul
Khalifah Umar datang kemari semalam?”.
Wanita itu
menjawab,”Sudah lama ia berbuat seperti itu. Ia melayani kebutuhanku dan
menghiburku di kala sedih.”
Mendengar hal itu,
Thalhah berkata,”Celaka engkau Thalhah, karena engkau selalu kalah dengan Umar
bgitulah Thalhah menyesali dirinya.
Semangat untuk saling
melayani itulah sekarang ini yang telah terkikis, bahkan hilang dari masyarakat
kita. Lebih tragis bila hal itu terjadi pada kalangan pemimpin yang seharusnya
memang melayani orang-orang yang dipimpinnya. Ibadah Ramadhan telah mendidik
kita untuk memiliki semangat melayani, yang disimbolkan dalam bentuk
pengorbanan yang dilakukan seperti memberi makan dan minum kepada orang yang
berbuka, hingga menunauikan zakat fitrah.
Ketiga,
semangat
baru yang harus kita miliki adalah semangat pembela. Ibadah Ramdhan telah
mendidik kita untuk menjadi orang yang memiliki solidaritas sosial yang tinggi.
Karenanya, setiap kita seharusnya siap membela dan menolong orang-orang yang
membutuhkan pertolongan. Ketika Rasulullah saw, berhijrah dengan para
sahabatnya ke Madinah, kaum Muslimin yang berada di Madinah menunjukkan
solidaritas yang luar biasa. Mereka memberikan pertolongan dengan siap
mengorbankan apa yang mereka miliki. Karenanya, mereka disebut dengan kaum
Anshar (orang yang memberikan pertolongan). Mereka menunjukkan persaudaraan
yang tinggi, yakni itsar atau mengutamakan ornag lain.
Disamping itu, ketika
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a menjadi Khalifah, terjadi krisis ekonomi yang sangat
berat yang membuat rakyat tidak punya bahan makanan. Ketika mereka datang ke
rumah Khalifah Abu Bakar, ternyata beliau sejak kemarin tidak punya bahan
makanan. Karenanya, hanya air mata yang bisa diperlihatkan oleh Abu Bakar.
Dalam situasi seperti ini, ternyata Utsman bin Affan r.a membeli bahan makanan
dalm jumlah yang snagat banyak untuk dibagikan kepada masyarakat yang lapar dan
dalam waktu sangat singkat krisis ekonomi itu dapat diatasi. Tidak adanya
semangat pembela dan berkembangnya semangat mementingkan diri sendiri menjadi
salah satu faktor yang membuat krisis ekonomi, di samping krisis yang lain di
negeri kita ini tidak cepat teratasi.
Allahu Akbar (3X)
walillahi hamdu
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah,
Semangat bartu keempat
adalah semangat pemberdayaan. Sekarang ini kita semakin menyadari bahwa umat
Islam sebenarnya umat yang memiliki potensi yang besar, tapi belum menghasilkan
kekuatan yang berarti. Umat ini kita rasakan masih menjadi seperti buih di
lautan yang sangat bergantung pada ke mana arah ombak. Umat ini belum berdaya.
Dalam kasus pemilu-pemilu yang lalu umat ini diperjualbelikan untuk kepentingan
politik, yang justru tidak sejalan dengan politik Islam.
Oleh karena itu,
semangat baru yang kita miliki sekarang seharusnya juga mencerminkan semangat
untuk meningkatkan pemberdayaan umat, aqidahnya berdaya, sehingga kuat
ikatannya kepada Allah SWT, pemikirannya berdaya sehingga tidak mudah
diombang-ambing oleh pemikiran yang tidak sesuai dengan Islam, dan amaliahnya
juga berdaya sehingga segala aktivitas yang dilakukannya berorientasi kepada
kebaikan, yang sesuai dengan perinsip-perinsip Islam.
Kelima,semangat
pembinan. Ketidakberdayaan umat Islam lebih karena umat ini belum mendapatkan
pembinaan yang intensif atau yang sungguh-sungguh. Ibadah Ramadhan yang telah
kita tunaikan dengan segala aktivitas pendukungnya membuat umat ini merasa
memperoleh pembinaan. Oleh karena itu, pembinaan umat tidak akan berhenti
seiring dengan berakhirnya Ramadhan, tapi justru akan segera kita lanjutkan.
Untuk itu, masjid harus
bisa kita jadikan sebagai basis pembentukan dan pembinaan umat. Pengurus dan
jamaah masjid harus bahu-membahu dan bekerjasama dengan sebaik-baiknya, untuk melestarikan pemakmuran
masjid sebagaimana yang sudah kita lakukan pada Ramadhan tahun ini. Semangat
membina diri, membina keluarga, dan membina masyarakat ke arah kokohnya
ketakwaan kepada Allah merupakan sesuatu yang sangat penting. Hal ini karena
dengan iman dan takwa itulah, keberkahan hidup akan kita peroleh. Allah SWT
beriman:
“dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka
mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang
telah mereka kerjakan.”(al-A’raaf:96)
Allahu Akbar (3X)
walillahi hamdu
Kaum
Muslimin yang dimuliakan Allah SWT.
Semangat
baru yang keenam yang kita hasilkan dari ibadah Ramadhan
adalah semangat perjuangan. Ibadah Ramadhan telah mendidik kita untuk menjadi
pejuang-pejuang Islam sejati. Karena itu, kita dilatih untuk mempu berjuang
melawan hawa nafsu, karena hawa nafsu yang tidak terkendali itu bukan hanya membuat
kita menjadi malas berjuang, tapi justru merusak nilai-nilai perjuangan itu
sendiri. Sekarang setiap kita sangat dituntut untuk terlibat secara aktif dalam
perjuangan membela umat dan memperjuangkan aspirasinya.
Untuk itu, jangan
sampai ada di antara kita yang hanya mau hidup sendiri atau bersenang-senang
dengan anggota keluarganya, tanpa melibatkan diri dalam perjuangan. Apa bedanya
kita yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang
yang munafik,bila kita tidak mau terlibat dalam perjuangan? Orang-orang munafik
selalu menghindar dari tuntutan perjuangan di jalan Allah SWT dengan berbagai
alasan.
Manakala kita mau
berjuang di jalan Allah SWT, harus kita sadari bahwa perjuangan yang memang
berat tidak mungkin bisa kita laksanakan sendirian. Bahkan, oleh sekelompok
kaum Muslimin sekalipun. Karenanya, diperlukan keterlibatan atau koalisi semua
pihak dengan kerja sama yang baik. Inilah yang membuat Allah SWT menjadi cinta
kepada kita, hal ini terdapat dalam firman-Nya.
“sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang
teratus, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh.”(ash-Shaff:4)
Dari uraian khutbah
yang singkat ini, dapat kita simpulkan bahwa berakhirnya bulan suci Ramadhan
bukan berakhir pula semangat baislaman kita. Tetapi, justru marilah kita
jadikan Ramadhan sebagai titik tolak untuk melakukan perbaikan diri, keluarga,
masyarakat, dan bangsa. Marilah awal upaya peningkatan itu kita mulai hari ini.
Inilah esensi Syawwal sebagai bulan sesudah Ramadhan yang berarti peningkatan.
Ini semua harus kita tunjukkan karena kita tidak ingin kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat, dan bangsa selalu berada dalam kekotoran. Dari kebersihan
jiwa yang telah kita hasilkan melalui ibadah Ramadhan, seharusnya bisa kita
upayakan proses pembersihan keluarga, masyarakat, dan bangsa dari sifat-sifat
tercela.
Akhirnya, marilah kita
tutup khutbah Idul Fitri tahun ini dnegan sama-sama berdoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar