Jumat, 04 September 2015

Kun Anta (Jadilah Diri Sendiri)*

By: RaSyBa

Apakah kita menyadari saat terlalu mengidolakan seseorang, tanpa mengenal baik atau buruknya itu, kita tanpa sengaja meniru penampilan dan aksesoris dari idola kita. Saat kita melakukan hal tersebut, kita merasa bangga. Kita merasa jika berhasil meniru orang tersebut kita telah mendapatkan keberuntungan.
Tapi tahukah kita saat kita berhasil melakukannya, kita akan kehilangan sesuatu yang penting?. Kita kehilangan diri kita sendiri. Karena dengan meniru orang lain, kita membuang jati diri kita. Yang kita tiru dari idola kita hanyalah penampilan luarnya. Penampilan luar tidak mesti menunjukkan kepribadian seseorang.

Opini: Efisiensi Sebuah Nama pada Diri Manusia

Oleh: Rabian Syahbana S.Pd.I
Pemerhati Sosial dan Agama

Belum lama ini kita dihebohkan oleh nama asli seseorang yang bisa dikatakan lain dari yang lain. Malahan kalau kita maknai penggunaan nama tersebut tidak untuk menamakan seorang manusia. Nama-nama yang keliru digunakan oleh manusia salah satunya adalah Tuhan. Seperti yang kita pahami Tuhan adalah ‘sebutan’ kita untuk memanggil Sang Maha Pencipta dan kita menyembahnya. Jika nama Tuhan digunakan sebagai nama seseorang maka ‘esensi’ dari kesakralan nama Tuhan menjadi hal yang biasa. Dan orang yang menyandang nama tersebut seakan-akan ‘lebih’ dari yang lainnya, seperti tidak ada tandingannya padahal ia sama dengan kita, sama-sama manusia.

Opini: Pro Kontra Islam Nusantara

Oleh: Rabian Syahbana
Pemerhati Agama dan Sosial

Pemunculan istilah Islam Nusantara yang diklaim sebagai ciri khas Islam di Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan bertolak belakang dengan 'Islam Arab' telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan penganut Islam di Indonesia. Walaupun dianggap bukan istilah baru, istilah Islam Nusantara belakangan telah dikampanyekan secara gencar oleh ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, NU. Nahdlatul Ulama (NU) baru saja menggelar Muktamar ke-33 tahun di Jombang, Jawa Timur. Gelaran yang sudah dimulai sejak 1 Agustus hingga 5 Agustus 2015 itu mengusung tema utamaMeneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia. Tentu saja, Konsep Islam Nusantara ini mendapatkan banyak tanggapan dan reaksi dari kalangan tokoh dan masyarakat terlebih para ulama yang selalu mendakwahkan Islam.

Opini: Toleransi Beragama, Perlukah?

Alhamdulillah.. setelah sekian lama akhirnya opiniku terbit juga di Bangka Pos edisi hari selasa tanggal 21 Juli 2015.
Berikut isi dari opini yang saya tulis:

Toleransi Beragama, Perlukah?
Oleh: Rabian Syahbana, S.Pd.I
Pemerhati Agama dan Sosial

Isu agama seakan tak ada habisnya, saat sebuah isu yang terdahulu mulai ‘terlupakan’ oleh waktu dan saat orang-orang mulai merasa damai saat bersama-sama, muncul lagi isu baru yang membuat rasa heran dan bingung kenapa terjadi lagi dan lagi. Baru-baru ini di Papua sana, di sebuah daerah Timur negara Indonesia konflik antar agama terjadi. Muslim di Tolikara yang hendak melakukan shalat Id Fitri diserang oleh puluhan orang. Aksi penyerangan tersebut bisa dikatakan nekat dikarenakan pelaksanaan shalad Id disana dijaga oleh pihak kepolisian. Penyerangan tersebut mengakibatkan kerusakan yang cukup parah, sebuah masjid, beberapa rumah dan kios warga disana dibakar oleh massa yang menyerang. Beberapa muslim disana juga mendapatkan luka bakar karena kejadian tersebut. Selain dari pihak muslim, korban juga ada yang dari pihak penyerang, satu dari mereka tewas dan beberapa terluka. Hal ini sungguh disesalkan dikarenakan jika pihak yang menyerang juga sampai terluka perlukah aksi penyerangan tersebut menjadi kebenaran atas tindakan mereka.