Jumat, 04 September 2015

Opini: Efisiensi Sebuah Nama pada Diri Manusia

Oleh: Rabian Syahbana S.Pd.I
Pemerhati Sosial dan Agama

Belum lama ini kita dihebohkan oleh nama asli seseorang yang bisa dikatakan lain dari yang lain. Malahan kalau kita maknai penggunaan nama tersebut tidak untuk menamakan seorang manusia. Nama-nama yang keliru digunakan oleh manusia salah satunya adalah Tuhan. Seperti yang kita pahami Tuhan adalah ‘sebutan’ kita untuk memanggil Sang Maha Pencipta dan kita menyembahnya. Jika nama Tuhan digunakan sebagai nama seseorang maka ‘esensi’ dari kesakralan nama Tuhan menjadi hal yang biasa. Dan orang yang menyandang nama tersebut seakan-akan ‘lebih’ dari yang lainnya, seperti tidak ada tandingannya padahal ia sama dengan kita, sama-sama manusia.

            Selain nama Tuhan ada juga nama asli orang lain yang juga lain dari yang lain. Nama lainnya seperti Anti Dandruf, Kamingsun (mirip pelafalan Coming Soon), Tower, Ultramen, Royal Jelly, Batman bin Suparman, dan masih banyak lainnya. Nama-nama tersebut sebenarnya sangat disayangkan digunakan untuk nama seorang manusia. Karena nama-nama itu akan dijadikan lelucon bagi orang lain. Alasan kenapa orangtua memberikan nama-nama yang kurang tepat tersebut kepada anak-anaknya seperti nama diatas, sebenarnya dikarenakan kurangnya pengetahuan orangtua terhadap arti ataupun makna nama yang akan ia gunakan untuk anaknya.
            Kurangnya sosialisasi juga bisa menjadi salah satu indikator munculnya penggunaan nama yang kurang tepat. Untuk menimalisir terjadi kekeliruan, diharapkan kepada oknum dari RT, RW, Lurah, maupun yang bekerja di Lembaga Pencatatan Sipil jika menemukan orangtua yang memberikan nama yang ‘unik’ kepada anaknya agar bisa mengingatkan bahwa nama yang digunakan kurang tepat dan sebaiknya diganti.
            Sebuah nama bukanlah hanya sebagai panggilan tetapi merupakan identitas paling utama pada diri setiap manusia. Jika di dunia ini ada makhluk hidup yang tidak ada namanya, maka ia akan mati tanpa bisa dikenang. Setiap anak yang baru lahir mesti diberi nama yang baik, yang mana nama tersebut akan ia gunakan sebagai identitasnya seumur hidupnya. Nama yang baik pada seseorang juga digunakan agar ia memiliki kepribadian jati diri yang kuat dan mudah dikenali.
Dalam ajaran agama Islam seseorang akan dipanggil sesuai dengan namanya di akhirat nanti. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya kamu akan dipanggil pada Hari Kiamat nanti dengan nama-namamu dan juga nama bapak-bapakmu, maka perindahlah nama-namamu.”(HR. Imam Abu Daud).
Memberi nama pada seorang bayi yang baru lahir disunahkan dilakukan pada hari ke-7, yaitu ketika dilaksanakan aqiqah. Agar tidak terburu-buru memberi nama yang baik kepada anak, sebaiknya namanya sudah dipersiapkan sejak bayi masih berada dalam kandungan ibunya. Suami istri mesti bermusyawarah agar nama anak mereka merupakan nama terbaik yang mereka berikan, sehingga makna dari arti nama anak yang akan mereka gunakan sesuai keinginan kedua belah pihak.
Saat Aqiqah adalah waktu yang tepat mengumumkan kepada para tamu nama anak, agar orang-orang dapat mengenal dan memanggil nama anak dengan tepat. Dalam menentukan nama bayi ada lima kaidah yang dapat digunakan agar tidak melenceng dari syariat Islam. Pertama, nama tersebut bermakna penghambaan kepada Allah SWT yang digabungkan dengan nama-namaNya yang indah (Asmaul Husna). Kedua, nama tersebut dinisbatkan kepada para nabi. Ketiga, nama yang diambil dari nama para sahabat, tabi’in, atau orang-orang shaleh. Keempat, nama anak mencerminkan doa, harapan, simbol kemuliaan, atau dorongan untuk berbuat kebaikan. Kelima, nama seorang anak tidak mesti diambil dari bahasa tertentu. Misalnya dari bahasa Arab, meskipun bahasa tersbut digunakan dalam Al-Qur’an, yang paling penting adalah nama tersebut bermakna baik dan mengandung kemaslahatan.
Sebaliknya, ada beberapa aturan tertentu yang melarang menggunakan nama-nama yang dilarang sesuai syariat Islam. Pertama, nama tersebut mengandung makna penghambaan selain kepada Allah SWT misalnya penghambaan kepada benda-benda. Kedua, penggunaan nama-nama Allah (Asmaul Husna) tanpa imbuan kata yang menunjukkan penghambaan. Ketiga, menggunakan nama-nama musuh Islam atau nama lain yang merupakan simbol kekafiran dan permusuhan terhadap Islam. Keempat, menggunakan nama-nama yang mencerminkan pemujaan terhadap diri sendiri yang berlebihan. Kelima, penggunan nama yang tidak memiliki makna kebaikan atau nama-nama yang bermakna perbuatan buruk atau maksiat. Keenam, menggunakan nama-nama hewan yang dikenal dengan sifat-sifat buruknya.
Sebuah nama meskipun bersifat maknawi tetapi memiliki nilai yang sangat tinggi dibandingkan materi. Sehingga orang yang mengerti betapa penting namanya maka ia akan menjaga nama baiknya dibandingkan dengan hartanya. Ia tidak akan mau namanya direndahkan, ditentang atau dimusuhi oleh orang lain.
Agama Islam menganjurkan agar memberi nama anak dengan nama yang baik. Nama yang baik merupakan cerminan pemikiran orang tua, apakah mereka mengikuti petunjuk agamanya atau memiliki pemikiran-pemikiran yang tercemar dan bahkan menyimpang hingga keluar dari syariat Islam. Jika nama anak yang diberikan orangtua bermakna kebaikan maka akan memberikan kepuasan bagi anaknya. Betapa bahagianya sang anak saat mengetahui makna atau arti namanya memiliki pengertian yang luar biasa baiknya. Begitu juga sebaliknya, seandainya nama yang diberikan oleh orangtuanya bermakna jelek maka sang anak akan malu dan menyesali nama yang ia sandangkan. Nama merupakan doa’, oleh sebab itu hendaknya orangtua memberikan nama yang baik kepada anaknya dan juga memanggil nama panggilan anaknya dengan sebutan yang baik juga.
Jika orangtua terlanjur memberikan nama yang tidak baik kepada anaknya, lebih baik nama anaknya dirubah sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi dan Ibn Majah, Nabi Muhammad pernah mengganti nama putri Umar, Asiah (durhaka) menjadi Jamilah (cantik). Nabi Muhammad juga pernah mengubah atau menukar nama para sahabat-sahabatnya. Nabi Muhammad pernah menukar nama seorang yang bernama Abdul Hajar (hamba batu) menjadi Abdullah (hamba Allah), ada juga yang bernama ‘Asi (yang durhaka) ditukar namanya menjadi Muti’ (yang taat). Jika pergantian nama tidak memungkinkan lagi dilakukan karena sudah tercatat di ijazah maupun akta kelahiran dan berkas-berkas administrasi lain maka tidak perlu mengganti nama, cukup dengan mengganti nama panggilan saja.
Sebagai seorang kaum muslimin janganlah minder atau malu memberi nama anaknya dengan nama yang Islami, karena bagaimanapun sebuah nama menandakan juga bahwa ia termasuk dari golongan mana. Metode penamaan nama anak tidak cukup hanya didasari perasaan subyektif bahwa nama itu indah, baik atau bagus semata tetapi nama yang terbaik adalah sesuai dengan ketentuan agama yang ia miliki.
Orangtua diharapkan memiliki sejumlah adab dalam pemberian nama pada anaknya seperti bersungguh-sungguh untuk memilih nama yang paling dicintai, memperhatikan sedikitnya huruf seoptimal mungkin, memperhatikan ringannya sebuah nama yang mudah diucapkan oleh lisan, memperhatikan pemberian nama yang cepat menghujam dalam pendengaran seseorang dan memperhatikan kesesuaian namanya agar sesuai faedah agama.

Orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam pemberian nama kepada anaknya. Maka dari itu agar menjadi orangtua yang peduli akan anaknya maka diharapkan mereka meningkatkan ilmu dan pengetahuannya agar saat memberikan nama kepada anaknya adalah nama terbaik yang mereka ketahui, bukan karena pengaruh orang lain atau karena nama itu asing ditelinga jadi digunakan bagitu saja sebagai nama anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar