Rabu, 20 April 2016

(Masih) Trauma Banjir, Salah Siapa?

Oleh: Rabian Syahbana, S.Pd.I
Ketua Alumni Mahasiswa STAIN SAS (AMPLAS) Bangka Belitung

Banjir kembali datang di beberapa titik di daerah Bangka. Daerah yang tahun kemarin sudah merasakan banjir kini merasakan kembali dahsyatnya banjir. Malahan ada daerah yang tidak separah tahun kemarin, pada tahun ini merasakan kengerian dari banjir. Banjir kali ini bisa dikatakan terbesar dalam beberapa dekade tahun terakhir. Pertanyaan yang selalu ditanyakan saat banjir melanda adalah, "ini salah siapa?"
Tidak ada yang menyangka dan menduga bahwa banjir kali ini akan sebesar dan separah dari sebelum-belumnya. Buktinya saja, saat ciri-ciri banjir mulai terasa, mayoritas warga masih santai dan bercengkrama melihat air yang mulai masuk ke rumah. "Ah.. palingan masuk sedikit" itulah kata-kata yang paling umum diucapkan oleh para pemilik rumah. Tapi apa yang terjadi, air semakin meninggi dan akhirnya air menggenang kemana-mana. Akibatnya banyak barang-barang yang tidak bisa diselamatkan, menyelamatkan diri sendiri akhirnya lebih diproritaskan.
Ada ratusan kisah bahkan ribuan kisah para korban banjir yang bisa kita dengar akan derita yang mereka alami. Seharusnya kisah-kisah mereka mampu membuka hati kita saat menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahkan mengalaminya, saat rumah yang telah memberi kenyamanan saat hujan dan panas, kini menjadi tempat yang membuat tidak bisa tidur nyenyak saat hujan melanda. Para korban banjir masih trauma saat hujan tiba, mereka was-was dan takut akan ada banjir susulan. Apalagi sempat tersebar berita hoax (palsu) tentang bendungan ini jebollah, kampung ini sudah banjirlah, dan masih banyak lainnya. Sehingga mengganggu aktivitas yang biasa dikerjakan menjadi terganggu.

Bencana banjir ini mengingatkan kembali kepada kita betapa Maha Kuasanya Pencipta, betapa kecilnya kemampuan manusia ketika menghadapi amarah alam. Bencana banjir yang menimpa warga Bangka mengingatkan kepada kita bahwa sebenarnya bencana itu sendiri tidak datang dengan tiba-tiba. Bencana itu terjadi karena beberapa syarat tentang keseimbangan alam, kita berangus tanpa terpikirkan terlebih dahulu apa yang terjadi kedepannya jika kita melakukannya.
Banjir merupakan bencana yang paling berbahaya, menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), selama 30 tahun sejak 1994-2013, rata-rata kematian terbanyak yang terjadi adalah karena banjir. Pada tahun 2014, banjir pun menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak yang berhubungan dengan cuaca.
Perlu kita sadari banjir akan mempengaruhi kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Bencana banjir menyebabkan lingkungan tidak sehat yang selanjutnya akan berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Penyediaan air bersih, sarana untuk mandi dan buang air seringkali terganggu. Misalnya saja buang air besar dan air kecil yang sembarangan dapat mempermudah penularan penyakit dan tentu akan membuat masalah baru. Jika itu terjadi maka jangan berharaplah bisa hidup dengan pola bersih. Terlalu banyaknya jumlah manusia yang berjejal dalam satu ruangan saat mengungsipun akan memudahkan penyebaran penyakit baik lewat penularan melalui udara ataupun kontak langsung.
Bencana banjir ini tidak hanya mengganggu manusia, binatang pun menjadi korban banjir. Binatang-binatang seperti tikus, kucing, ayam, anjing, dan binatang-binatang lainnya dapat mati karena bencana ini. Bangkai binatang yang terbiarkan begitu saja di dalam genangan air dapat menimbulkan masalah kesehatan lainnya kalau tidak secepatnya dikubur.
Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan di saat bencana banjir maupun pascabanjir dapat terjadi seperti infeksi saluran pencernaan dan infeksi kulit. Penyakit infeksi saluran cerna dengan gejala demam, diare, dan muntah sering ditularkan melalui air. Sedangkan infeksi kulit akan terjadi reaksi seperti gatal-gatal, kemerahan, dan bentol di bagian kulit.
Sebagaimana yang telah kita pelajari di sekolah, hutan, daerah aliran sungai (DAS), dan daerah serapan airlah yang mempunyai kemampuan untuk menjinakkan banjir. Tapi lihatlah kenyataannya saat ini, hutan, DAS, dan daerah serapan air yang mempunyai batas-batas mengelola kelebihan air yang turun dari curah hujan yang begitu tinggi pada bulan-bulan musimnya,  agar  tetap menjadi rahmat sebagaimana Allah telah atur takdirnya untuk itu. Akibat ulah kita para manusia, kita mengeksploitasi sumber daya tersebut dengan kerakusan yang semakin menjadi-jadi. Alih fungsi hutan terjadi dimana-mana. Deforestasi yang mengancam eksistensi hutan justru menjadi agenda keseharian. Daerah aliran sungai menjadi tempat pembuangan sampah. Daerah serapan air ditimbun agar bisa dijual menjadi kavling-kavlung dan perumahan-perumahan. Dan hasilnya kita lihat sendiri banjir bandang akhirnya datang dan menenggelamkan rumah, kantor, fasilitas publik, dan lain sebagainya.
Saatnya kita bercemin kepada diri kita sendiri, apakah kita mau berbuat agar bencana banjir ini tidak terulang kembali lagi. Sebenarnya ada beberapa cara untuk penanggulangan bencana banjir, seperti membuat fungsi sungai dan selokan dapat bekerja dengan baik dengan tidak membuang sampah disana, karna sampahlah yang membuat sungai dan selokan tersumbat hingga menyebabkan banjir. Bekerjasama melakukan reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman dan pepohonan yang dapat menyerap air dengan cepat. Memperbanyak dan menyediakan lahan terbuka untuk membuat lahan hijau untuk penyerapan air. Berhenti membangun perumahan di tepi sungai dan di daerah resapan air. Menghindari penebangan pohon-pohon di hutan secara liar dan juga di bantaran sungai, karena pohon berperan penting untuk pencegahan banjir. Walau sebenarnya menebang pohon tidak dilarang bila kita tidak membiarkan hutan menjadi gundul dan melakukan penanaman bibit pohon di lahan yang ditebang.
Kita dapat mengambil hikmah saat bencana banjir agar kita cepat tanggap saat bencana banjir kembali terulang. Kita dituntut untuk seberapa cepat kita membuat jalur-jalur evakuasi, memberikan pertolongan langsung kepada mereka yang terkena musibah, mendistribusikan makanan dan obat-obatan, termasuk memobilisasi masyarakat agar saling bahu-membahu dan terkordinasi untuk menolong mereka yang terjebak banjir, maupun memberikan pertolongan lainnya pada kasus-kasus penting.
Kita tidak bisa menutup mata lagi, banjir di Bangka walaupun dulu terjadi tidak separah sekarang. Penyebab banjir yang semakin meningkatkan ini tidak lain di sebabkan oleh sampah, ilegal loging, tata kelola daerah yang semerawut, dan penambangan. Siapa yang salah?, apakah pemerintah, oknum pelaku, atau kita yang hanya diam tanpa membuat perubahan.
Jika banjir terus terjadi dan semakin meningkat maka tinggal menunggu waktu saja Bangka terkenal dengan sebagai daerah banjir. Saatnya kita berkaca pada diri kita sendiri apakah kita hanya bisa berdiam diri saja melihat banjir yang melanda daerah kita, atau jangan-jangan kita sendiri oknum pelaku perusak alam yang telah menyebabkan terjadinya banjir. Saatnya kita beresolusi di tahun ini, singkirkanlah sifat-sifat acuh dan merusak yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan kita. Saatnya berubah, kita tidak mau jika anak cucu kita sebagai generasi yang akan datang menjadi korban dari apa yang kita lakukan saat ini.
Memang banjir telah meninggalkan bekas luka kepada diri kita. Banjir telah menerjang dan menenggelamkan rumah kita, kampung kita, kota kita, membenamkan badan jalan kita, dan memutuskan sarana transportasi kita. Yang namanya bencana kita tidak tahu dikemudian hari akan menimpa siapa.

Bekerjasama memperhatikan lingkungan, merawat, dan melestarikan merupakan solusi terbaik saat ini untuk menghadapi bencana yang sekiranya bisa kita cegah. Bergabunglah dengan orang atau organisasi-organisasi yang peduli niscaya akan ditemukan solusi terbaik untuk mencegah banjir yang terjadi di daerah kita. Semoga saja semua pihak bergerak dan berhenti menyalahkan siapa dan siapa. Kita harus sadar dengan apa yang telah kita lakukan. Lebih baik bergerak bersama, hingga bisa mencegah banjir kembali melanda daerah kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar