Oleh: Rabian Syahbana, S.Pd.I
Ketua Alumni Mahasiswa STAIN SAS (AMPLAS) Bangka Belitung
Banjir kembali datang di beberapa titik di daerah Bangka.
Daerah yang tahun kemarin sudah merasakan banjir kini merasakan kembali dahsyatnya
banjir. Malahan ada daerah yang tidak separah tahun kemarin, pada tahun ini
merasakan kengerian dari banjir. Banjir kali ini bisa dikatakan terbesar dalam
beberapa dekade tahun terakhir. Pertanyaan yang selalu ditanyakan saat banjir
melanda adalah, "ini salah siapa?"
Tidak ada yang menyangka dan menduga bahwa banjir kali
ini akan sebesar dan separah dari sebelum-belumnya. Buktinya saja, saat
ciri-ciri banjir mulai terasa, mayoritas warga masih santai dan bercengkrama
melihat air yang mulai masuk ke rumah. "Ah.. palingan masuk sedikit"
itulah kata-kata yang paling umum diucapkan oleh para pemilik rumah. Tapi apa
yang terjadi, air semakin meninggi dan akhirnya air menggenang kemana-mana.
Akibatnya banyak barang-barang yang tidak bisa diselamatkan, menyelamatkan diri
sendiri akhirnya
lebih
diproritaskan.
Ada ratusan kisah bahkan ribuan kisah para korban
banjir yang bisa kita dengar akan derita yang mereka alami. Seharusnya
kisah-kisah mereka mampu membuka hati kita saat menyaksikan dengan mata kepala
sendiri bahkan mengalaminya, saat rumah yang telah memberi kenyamanan saat
hujan dan panas, kini menjadi tempat yang membuat tidak bisa tidur nyenyak saat
hujan melanda. Para korban banjir masih trauma saat hujan tiba, mereka was-was
dan takut akan ada banjir susulan. Apalagi sempat tersebar berita hoax (palsu)
tentang bendungan ini jebollah, kampung ini sudah banjirlah, dan masih banyak
lainnya. Sehingga mengganggu aktivitas yang biasa dikerjakan menjadi terganggu.
Bencana banjir ini mengingatkan kembali kepada kita betapa Maha Kuasanya Pencipta,
betapa kecilnya kemampuan manusia ketika menghadapi amarah alam. Bencana banjir yang
menimpa warga Bangka mengingatkan kepada kita bahwa sebenarnya bencana itu
sendiri tidak datang dengan tiba-tiba. Bencana itu terjadi karena beberapa
syarat tentang keseimbangan alam, kita berangus tanpa terpikirkan terlebih
dahulu apa yang terjadi kedepannya jika kita melakukannya.
Banjir merupakan bencana yang paling berbahaya, menurut National Oceanic
and Atmospheric Administration (NOAA), selama 30 tahun sejak 1994-2013,
rata-rata kematian terbanyak yang terjadi adalah karena banjir. Pada tahun 2014,
banjir pun menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak yang berhubungan
dengan cuaca.
Perlu kita sadari banjir akan mempengaruhi kesehatan
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Bencana banjir menyebabkan lingkungan tidak sehat yang selanjutnya akan
berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Penyediaan air bersih,
sarana untuk mandi dan buang air seringkali terganggu. Misalnya saja buang air
besar dan air kecil yang sembarangan dapat mempermudah penularan penyakit dan
tentu akan membuat masalah baru. Jika itu terjadi maka jangan berharaplah bisa
hidup dengan pola bersih. Terlalu banyaknya jumlah manusia yang berjejal dalam
satu ruangan saat mengungsipun akan memudahkan penyebaran penyakit baik lewat
penularan melalui udara ataupun kontak langsung.
Bencana banjir ini tidak hanya mengganggu manusia,
binatang pun menjadi korban banjir. Binatang-binatang seperti tikus, kucing,
ayam, anjing,
dan binatang-binatang lainnya dapat mati karena bencana ini. Bangkai binatang yang
terbiarkan begitu saja di dalam genangan air dapat menimbulkan masalah
kesehatan lainnya kalau tidak secepatnya dikubur.
Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan di saat bencana
banjir maupun pascabanjir dapat terjadi seperti infeksi saluran pencernaan dan
infeksi kulit. Penyakit infeksi saluran cerna dengan gejala demam, diare, dan muntah sering ditularkan
melalui air. Sedangkan infeksi kulit akan terjadi reaksi seperti gatal-gatal,
kemerahan, dan bentol di bagian kulit.
Sebagaimana yang telah kita pelajari di sekolah, hutan, daerah aliran
sungai (DAS), dan daerah serapan airlah yang mempunyai kemampuan untuk
menjinakkan banjir. Tapi lihatlah kenyataannya saat ini, hutan, DAS, dan daerah serapan air
yang mempunyai batas-batas mengelola kelebihan air yang turun dari curah hujan
yang begitu tinggi pada bulan-bulan musimnya,
agar tetap menjadi rahmat
sebagaimana Allah telah atur takdirnya untuk itu. Akibat ulah kita para
manusia, kita mengeksploitasi sumber daya tersebut dengan kerakusan yang
semakin menjadi-jadi. Alih fungsi hutan terjadi dimana-mana. Deforestasi yang
mengancam eksistensi hutan justru menjadi agenda keseharian. Daerah aliran sungai menjadi tempat pembuangan sampah.
Daerah serapan air ditimbun agar bisa dijual menjadi kavling-kavlung dan
perumahan-perumahan. Dan hasilnya kita lihat sendiri banjir bandang akhirnya
datang dan menenggelamkan rumah, kantor, fasilitas publik, dan lain sebagainya.
Saatnya kita bercemin kepada diri kita sendiri, apakah kita mau berbuat
agar bencana banjir ini tidak terulang kembali lagi. Sebenarnya ada beberapa cara
untuk penanggulangan bencana banjir, seperti membuat fungsi sungai dan selokan
dapat bekerja dengan baik dengan tidak membuang sampah disana, karna sampahlah
yang membuat sungai dan selokan tersumbat hingga menyebabkan banjir.
Bekerjasama melakukan reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman dan pepohonan
yang dapat menyerap air dengan cepat. Memperbanyak dan menyediakan lahan
terbuka untuk membuat lahan hijau untuk penyerapan air. Berhenti membangun
perumahan di tepi sungai dan di daerah resapan air. Menghindari penebangan
pohon-pohon di hutan secara liar dan juga di bantaran sungai, karena pohon
berperan penting untuk pencegahan banjir. Walau sebenarnya menebang pohon tidak
dilarang bila kita tidak membiarkan hutan menjadi gundul dan melakukan
penanaman bibit pohon di lahan yang ditebang.
Kita dapat mengambil hikmah saat bencana banjir agar kita
cepat tanggap saat bencana banjir kembali terulang. Kita dituntut untuk
seberapa cepat kita membuat jalur-jalur evakuasi, memberikan pertolongan
langsung kepada mereka yang terkena musibah, mendistribusikan makanan dan
obat-obatan, termasuk memobilisasi masyarakat agar saling bahu-membahu dan terkordinasi
untuk menolong mereka yang
terjebak banjir, maupun memberikan pertolongan lainnya pada kasus-kasus penting.
Kita tidak bisa menutup mata lagi, banjir di Bangka
walaupun dulu terjadi tidak separah sekarang. Penyebab banjir yang semakin
meningkatkan ini tidak lain di sebabkan oleh sampah, ilegal loging, tata kelola
daerah
yang semerawut, dan penambangan. Siapa yang salah?, apakah pemerintah, oknum pelaku, atau
kita yang hanya diam tanpa membuat perubahan.
Jika banjir terus terjadi dan semakin meningkat maka
tinggal menunggu waktu saja Bangka terkenal dengan sebagai daerah banjir.
Saatnya kita berkaca pada diri kita sendiri apakah kita hanya bisa berdiam diri
saja melihat banjir yang melanda daerah kita, atau jangan-jangan kita sendiri
oknum pelaku perusak alam yang telah menyebabkan terjadinya banjir. Saatnya
kita beresolusi di tahun ini, singkirkanlah sifat-sifat acuh dan merusak yang
selama ini menjadi bagian dari kehidupan kita. Saatnya berubah, kita tidak mau
jika anak cucu kita sebagai generasi yang akan datang menjadi korban dari apa
yang kita lakukan saat ini.
Memang banjir telah meninggalkan bekas luka kepada diri
kita. Banjir telah menerjang dan menenggelamkan rumah kita, kampung kita, kota kita, membenamkan badan
jalan kita, dan memutuskan sarana transportasi kita. Yang namanya bencana kita
tidak tahu dikemudian hari akan menimpa siapa.
Bekerjasama memperhatikan lingkungan, merawat, dan
melestarikan merupakan solusi terbaik saat ini untuk menghadapi bencana yang
sekiranya bisa kita cegah. Bergabunglah dengan orang atau organisasi-organisasi
yang peduli niscaya akan ditemukan solusi terbaik untuk mencegah banjir yang
terjadi di daerah kita. Semoga saja semua pihak bergerak dan berhenti
menyalahkan siapa dan siapa. Kita harus sadar dengan apa yang telah kita
lakukan. Lebih baik bergerak bersama, hingga bisa mencegah banjir kembali
melanda daerah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar